PKBI DIY Membangun Kantor Berita Swara Nusa

Harus diakui, intervensi isu kesehatan reproduksi (Kespro), seksualitas,
HIV/AIDS, Gender dan HAM ke dalam jurnalisme bukanlah isu dan
strategi baru. Sudah banyak training juga workshop digelar,
diikuti para jurnalis di negeri ini. Namun, dalam pembacaan PKBI DIY,
intervensi yang sudah berjalan selama ini masih menunjukkan
parsialitas isu yang belum mampu ditangkap oleh pers sebagai sebuah
kesatuan isu yang integral.

Penilaian
itu dituturkan oleh Direktur Pelaksana Daerah (Dirpelda) Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, Mukhotib MD kepada
Newsletter LP3Y baru-baru ini.

Menurut
Mukhotib, alih-alih memunculkan keberpihakan khalayak pembaca
terhadap mereka yang selama ini terpinggirkan oleh sistem, model
pemberitaan selama ini justru menambah beban stigma dan memperlebar
ruang diskriminasi.

Melihat
kenyataan itulah, lanjut Mukhotib, kemudian memunculkan hajat PKBI
DIY untuk membangun sebuah kantor berita dalam upaya mencoba
melakukan sinergitas isu Kespro, Seksualitas, HIV/AIDS, Gender dan
HAM ke dalam dunia jurnalistik. Hal ini merupakan jawaban atau
langkah konkret atas kegelisahan seperti diutarakan di atas.

Pendidikan
bagi wartawan dalam isu Kespro, Seksualitas, HIV/AIDS. Gender dan HAM
bukannya tidak ada. Kegiatan itu sejatinya dibuat untuk mengurusi
otak dan nalar wartawan agar menulis berita tidak diskriminatif atau
minimal tidak bias dalam menulis isu-isu tersebut. Namun, dalam
teropong PKBI DIY, pada kenyataannya justru banyak media yang menjadi
salah satu alat untuk melanggengkan nalar sosial yang tidak adil
dengan menggunakan hubungan kekuasaan yang tidak berimbang.

Selain
bagi sebagian besar newsroom media mainstream isu
tersebut dinilai tidak “seksi”, yang lebih diutamakan adalah
pelurusan nalar si jurnalis dalam memandang dan menyikapi isu-isu
tersebut sebagai langkah strategi, bukan semata dalam hal teknik
jurnalistiknya. Perspektif jurnalislah yang mesti diurusi.

Untuk itu,
menurut PKBI DIY, forum training dan workshop dipandang
terlalu instan dan berjangka pendek untuk dapat memfasilitasi
kebutuhan itu. Suatu ruang yang mampu menjawab kebutuhan tersebut
adalah dengan adanya sebuah kantor berita alternatif yang mampu
memfasilitasi kebutuhan jurnalis dalam hal reportase, up date
data, cross-check data yang otoritatif dan sensitif, analisis
trend dan mendialogkan suatu berita dengan berita yang bersumber dari
fakta/sumber lain.

Sehubungan
dengan rencana itu, PKBI DIY menyiapkan segala hal yang kelak
diperlukan demi berdirinya sebuah lembaga kantor berita yang akan
diberi nama Swara Nusa itu. Lembaga ini diharapkan bisa
diakses oleh media mainstream dengan tujuan agar berita-berita yang
bermuatan isu-isu Kespro, HIV/AIDS, Seksualitas, Gender dan HAM,
tidak lagi bias. Dengan demikian khalayak bisa mendapatkan informasi
yang baik dan benar tentang berbagai realitas sosial, terkait dengan
perspektif isu-isu tersebut.

Sebagai
persiapan awal, PKBI DIY menggelar sebuah workshop dengan
topik besar pengelolaan kantor berita.

Diundanglah
beberapa peserta dari berbagai kota besar di Indonesia, tentu saja
dalam jejaring PKBI, untuk mengikuti workshop. Mereka kelak akan
bertugas sebagai jurnalis pengelola berita, atau kepala biro.
Sedangkan news room Kantor Berita Swara Nusa berada di
Yogyakarta, menempati salah satu ruangan kantor PKBI DIY. Dengan
demikian, ketika pada saatnya nanti lembaga ini beroperasi, karena
sudah mempunyai ruangan atau kantor tersendiri, tidak akan mengganggu
aktivitas rutin PKBI. Pengelola di kantor redaksi Yogyakarta juga
disiapkan secara khusus. Mereka akan berperan sebagai editor,
menampung berita atau laporan dari seluruh penjuru. Naskah laporan
berita itu diperiksa, diedit, sebelum kemudian ditayangkan dalam
situs on-line yang tentu saja terbuka untuk diakses media
mainstream.

Para
peserta datang dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Makassar,
Me-dan, Palembang, Manado, Bali, Aceh dan tentu saja tuan rumah
Yogyakarta sebagai pihak yang punya
gawe.
Workshop
bagi calon jurnalis PKBI itu diselenggarakan selama dua hari
berturut-turut pada 25 dan 26 Februari 2009, bertempat di Wisma
Sargede, Yogyakarta.

Meramu konsep dalam praktek

Sebagai
bekal untuk melangkah ke depan, dalam konteks pengelolaan sebuah
lembaga kantor berita, maka workshop itu menghadirkan
pembicara utama, pakar ilmu komunikasi dari UGM, Drs Ashadi Siregar.

Ashadi,
yang juga Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogya
(LP3Y) itu mengetengahkan dua topik. Pertama, tentang rencana
strategis pengembang-an pusat informasi LSM, berkaitan dengan kantor
berita PKBI. Topik kedua adalah jurnalisme sensitif HAM, seksualitas,
gender dan Kespro, berkaitan dengan pemberitaan dalam kegiatan
lembaga swadaya masyarakat.

Bagaimana
meramu konsep dua topik tersebut ke dalam praktek kerja jurnalisme,
digenjot selama sehari penuh, mulai siang hingga malam hari. Peserta
workshop datang dengan berbagai latar belakang. Misalnya ada
yang sudah mengenal bagaimana jurnalisme, teori maupun prakteknya,
dalam kesempatan itu mempertajam pengetahu-annya dengan mengajukan
berbagai pertanyaan kepada narasumber. Sedangkan bagi mereka yang
datang sebagai pemula di bidang jurnalisme, topik besar ini lebih
digunakan sebagai bekal dalam praktek kelak jika sudah menjalankan
fungsinya sebagai jurnalis “Swara Nusa”.

Pada poin
mengenai informasi dalam pembingkaian PKBI, Ashadi Siregar
mengutarakan, pengembangan informasi untuk keperluan PKBI dapat
ditempatkan dari landasan hak azasi. Untuk itu, fokus dan setiap
penulisan informasi adalah pada person, pada keberadaannya dengan hak
azasinya.

Secara
sederhana, demikian Ashadi, hak azasi dilihat sebagai hak yang
melekat pada diri setiap person dan hak yang diperoleh dari ketentuan
bersifat imperatif dari pihak lain. Sebagai ilustrasi, hak yang
melekat seperti hak atas kehidupan, kebebasan dan keamanan pribadi;
hak atas pengakuan yang sama sebagai manusia di muka hukum di mana
pun ia berada dan lainnya. Hak dari pihak lain, misalnya: tidak boleh
dikenai intervensi sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga, rumah
atau korespondensinya, juga serangan terhadap kehormatan dan nama
baiknya. Dengan begitu, fakta dilihat dari kerangka hak person (who).
Sedangkan peristiwa (what) dilihat dengan konteks ancaman atau
perlindungan atas hak azasi person, secara fisik maupun non fisik.

Untuk
PKBI, kata Ashadi Siregar, pengembangan informasi dengan orientasi
kelembagaan: yaitu melihat person dalam peristiwa dalam masalah
seksualitas, atau HIV/AIDS, atau gender atau kesehatan reproduksi.

Mengenai
ideologi dan keyakinan gerakan PKBI, sudah diberikan secara tuntas
dan detil oleh Mukhotib MD selaku Dirpelda PKBI DIY, pada sesi awal,
sebelum masuk pada topik jurnalisme dalam konsep dan praktek.

Setelah
mendapatkan konsep, kemudian bagaimana mempraktekkan konsep itu dalam
kerja jurnalisme, peserta workshop juga diberi berbagai kaidah
sebagai acuan kerja di bidang redaksi (editorial policy)

Politik
keredaksian yang diberlakukan oleh Swara Nusa, terdiri beragam
hal. Mulai persoalan teknis, misalnya bagaimana menggunakan bahasa,
menulis berita dan menentukan format tulisan, menulis istilah
tertentu dan sebagainya. Termasuk di dalamnya mengetahui alur
pengiriman naskah hingga kemudian layak ditayangkan (didisplay) pada
situs on-line.

Sebagai
sebuah gerakan dalam jagat media, apa yang dilakukan PKBI DIY, ini
merupakan terobosan. Terutama pada tingkat keberanian membangun
sebuah kantor berita yang memuat informasi dalam bingkai isu-isu
khusus itu.

Seperti
apa wujud kantor berita itu dan bagaimana reaksi khalayak, tentu
belum bisa dilihat sekarang. Sebab, menurut Mukhotib, launching
Swara Nusa baru akan dilaksanakan April 2009 di Jakarta.
Dengan demikian, tidak ada kata lain, kecuali menunggu peristiwa
bersejarah itu terjadi.

Agoes Widhartono

Sumber: e-Newsletter LP3Y, edisi 03/Maret 2009

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *