Ketidakadilan Gender dalam Lingkaran orang Difabel

Ketidakadilan Gender dalam Lingkaran orang Difabel

dender difaabel

Melakukan pembacaan terhadap ketidakadilan gender yang dialami perempuan difabel bukanlah persoalan mudah. Muncul berbagai pertanyaan yang saling bersinggungan, apakah diskriminasi yang dihadapi perempuan difabel berdasarkan bias gender, bias difabel atau berdasarkan bias gender dan bias difabel secara bersamaan?

Anggapan hambatan perempuan karena bias gender. Dalam beberapa diskusi bersama komunitas, menguat anggapan bahwa berbagai hambatan perempuan difabel merupakan akibat bias gender. Perempuan difabel menghadapi ketidaksetaraan dalam akses dan control atas sumber daya, penikmatan hak asasinya, kesempatan kerja, pendidikan formal, akses terhadap partisipasi sosial dan layanan public serta representasi mereka dalam media massa.

Hambatan tak semata bias gender. Pengalaman perempuan difabel bisa jadi berbeda dengan anggapan bias gender. Perempuan difabel mengalami ketertindasan lebih besar. Mereka mengalami bias gender seperti yang dialami perempuan tanpa difabel dan pada saat yang sama ditolak secara sosial dan disingkirkan berdasarkan difabel.

Dampak yang berbeda. Perempuan tanpa difabel tak memiliki persoalan dengan proses membangun keluarga yang diinginkannya, perempuan difabel tidak percaya bisa membangun keluarga. Mereka dianggap tak memiliki kemampuan menjalankan kewajiban sebagai ibu, merawat anak dan rumah tangga, seperti yang dikontruksi sebagai peran tradisional perempuan tanpa difabel.

Anggapan aseksual dan hiperseksual. Perempuan difabel kerap dianggap aseksual dan tak pernah memikirkan gairah seksual. Sementara anggapan terhadap laki-laki dengan difabel cukup bergam, sebagian dianggap aseksual dan sebagian justru dianggap hiperseksual.

Kontradiksi anggapan aseksual. Anggapan perempuan sebagai aseksual menjadi kontradiktif dengan fakta kekerasan seksual yang dialami perempuan difabel. Prosentase kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan difabel sangat tinggi.

Kasus kekerasan seksual. Beberapa fakta dalam hasil riset, menunjukkan risiko kekerasan seksual bagi perempuan dan anak perempuan difabel :

  • Risiko kekerasan seksual (fisik) pada orang difabel grahita 4-10 kali disbanding orang tanpa difabel (Sobsey, 1994)
  • Anak-anak difabel lebih besar 2 kali lipat memiliki kemungkinan mengalami pelecehan seksual disbanding anak tanpa dibafel (Little, 2004)
  • Tanpa memandang usia, ras, etnis, orientasi seksual dan kelas, perempuan difabel mengalami kekerasan seksual lebih besar 2 kali lipat disbanding perempuan tanpa difabel (Cusitar, 1994;Sobsey,1994).

Sebab anak-anak dan remaja difabel lebih berisiko mengalami pelecehan dan kekerasan seksual karena:

  • Mereka sering membutuhkan bantuan perawatan diri dan kebersihan
  • Mereka mengalami kesulitan komunikasi dalam melaporkan pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya
  • Mereka sering diajari dengan otoriter sehingga semakin mempersulit mengenali pelecehan dan kekerasan seksual
  • Tidak dipercaya ketika melaporkan pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya

Sumber :

Lembaga SAPDA.2015.Panduan bagi Orangtua dan Pendamping “Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja dengan Disabilitas”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *