Ajakan saya di atas bukan berarti sama sekali tidak ada batasan bagi remaja. Batasan, baik itu moral maupun atura lain, tetap penting. Akan tetapi bagaimana batasan dan aturan tersebut tidak disampaikan dalam [1] cara yang mengancam, dan [2] dikemas dalam bahasa melulu larangan.
Untuk menghindari kedua mekanisme pembatasan tersebut, perlu kecerdasan dan kemampuan orang dewasa dalam membahasakan batasan dengan bahasa yang lebih positif sekaligus dapat dipahami oleh remaja. Untuk bisa mengemas dalam bahasa yag lebih positif sekaligus dapat dipahami remaja, pengemasan bahasa aturan juga sebaiknya disertai dengan muatan informasi.
Pertanyaan lanjutnya, informasi tentang apa ? Di sini, orang dewasa diuji untuk mampu menguasai beberapa aspek informasi yang relevan dengan perkembangan remaja. Informasi itu menurut saya berisi hal konkret terkait perkembagan fisik, psikis dan sosial remaja. Pada soal fisik, informasi tentang organ tubuh, organ reproduksi dan seksual dan risiko-risiko reproduksi/seksual, meliputi tema HIV&AIDS, Kehamilan Tidak Diinginkan/KTD, Narkoba, Infeksi Menular Seksual dan Kekerasan berbasis gender dan seksual.
Pada aspek psikis, informasi yang penting dikuasai adalah soal pengelolaan emosi remaja, pengelolaan cinta dan rasa ketertarikan terhadap orang lain. Pada aspek sosial, informasi penting yang perlu dipahami adalah tentang relasi laki-laki dan perempuan (gender), pengelolaan masalah dan konflik, pengambilan keputusan, dan skill komunikasi. Tiga tema yang tekahir disebutkan sering dipaketkan ke dalam bentuk penddikan kecakapan hidup [life skill[.
Ketiga aspek informasi [fisik, psikis dan sosial] oleh pegiat hak-hak remaja sering dikemas ke dalam satu bentuk pendidikan tentang Kesehatan Reproduksi dan Seksual [PKRS]. Tujuan dari PKRS adalah sebagai berikut [PKBI DIY, 2007]:
- Memberikan dan mengelola pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual bagi siswa
- Membangun sikap posistif pada diri siswa untuk menyikapi persoalan seksualitas dan reproduksi
- Membentuk bersama perilaku siswa yang bertanggungjawab dalam konteks seksualitas dan reproduksi
Dengan demikian, pemahaman orang dewasa atas informasi seputar kesehatan reproduks dan seksual akan melengkapi kemampuan dalam berkomunikasi setara dengan remaja dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan [partnership], tanpa ada kehendak kuasa orang dewasa untuk menekan remaja. Dari lain sisi juga bisa dilihat bahwa PKRS bukanlah pendidikan yang meniadakan moralitas, akan justru menjadi pelengkap strategis bagaimana moralitas bisa diartikulasikan ke dalam bahasa yang lebih realistik, sesuai dengan situasi dan kebutuhan perkembangan masa remaja baik dalam aspek fisik, psikis maupun sosial.