Minggu, 23 Juli 2023, anak-anak binaan merayakan Hari Anak Nasional yang diselenggarakan oleh LPKA Kelas II Yogyakarta bersama PKBI DIY. Serangkaian kegiatan yang diisi dengan Seminar Nasional, Family Gathering dan Pemberian Remisi Anak Binaan ini dihadiri langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY, Kepala Divisi Administrasi Kementrian Hukum dan HAM DIY, Perwakilan Dinas Sosial Gunungkidul, KPAID DIY, PKBI DIY dan orang tua wali dari Anak Binaan.
Acara dibuka oleh sambutan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang dibacakan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM DIY, Agung Rektono Seto. Selain itu, Menteri Hukum dan HAM juga memberikan Surat Keputusan (SK) Remisi kepada 7 orang anak binaan yang menjadi semacam hadiah bagi mereka atas perkembangan baik selama pembinaan. Penyerahan SK remisi diiringi dengan pesan singkat dari Kakanwil Kemenkumham bahwa anak-anak binaan bukanlah penjahat kecil melainkan juga penerus bangsa ini, mereka harus terus didampingi untuk mempersiapkan masa depan yang baik.
Setelah penyerahan SK remisi, para peserta diajak untuk menonton film dokumenter garapan PKBI DIY berjudul Terang di Balik Tirai. Film ini mengangkat pengalaman otentik milik beberapa anak binaan serta bagaimana romansa perjuangan dari orang tua anak binaan ketika ingin bertemu anak-anaknya di LPKA. “Saya berharap Terang di Balik Tirai yang dikemas dengan perspektif GEDDSI (red: Gender Equality, Disability, Diversity and Social Inclusion) ini bisa menjadi media saling mengenal antara orang tua dan anak karena berusaha menghadirkan ragam pengalaman anak berhadapan dengan hukum, khususnya harapan-harapan yang terpaksa tergadai sejenak karena harus menjalani masa pembinaan di LPKA. Selain pengalaman anak, momen perjuangan orang tua ketika ingin mengunjungi anaknya juga menjadikan film ini sebagai sarana melepas rindu bagi mereka (orang tua dan anak)” ucap Faiz, sutradara film Terang di Balik Tirai
Seusai menonton film, orang tua wali dan anak binaan menjalani prosesi “basuh kaki”. Pada kegiatan ini, anak-anak binaan membasuh kaki orang tuanya dengan air dari kendi yang telah disediakan. Suasana khidmat dan haru menyelimuti ruangan ketika pembacaan puisi yang mengiringi “basuh kaki” sukses membuat orang tua dan anak binaan saling melepas peluk dan tangis.
Acara lalu dilanjutkan dengan seminar yang dibuka dengan penampilan musik dari anak binaan. Seminar yang berisi diskusi seputar parenting dan pentingnya hubungan orang tua dan anak ini diisi oleh Agus Basuki selaku perwakilan orang tua anak binaan, Ulfa dari Vibrasi Human Development, serta Faiz Rahmatullah yang merupakan sutradara dari film dokumenter Terang di Balik Tirai. Salah satu momen menarik dari diskusi terjadi ketika Tareq Kemal selaku moderator bertanya kepada Agus Basuki tentang bagaimana peran orang tua kepada anak selama masa pembinaan. “Sebenarnya apa yang anak-anak lakukan ini tidak sepenuhnya salah mereka, Pak, Bu, ada tanggung jawab kita juga di dalamnya. Bagi saya, usaha saya banting tulang untuk sebisa mungkin mengunjungi anak saya setiap minggu itu sebagai bentuk penebusan dosa saya yang dulu seringkali luput atau keliru dalam mendidik anak saya” ungkap Agus Basuki kepada peserta seminar.
Selesai berdiskusi, orang tua dan anak binaan diperkenankan untuk beristirahat dan makan siang. Namun begitu, ada momen yang menarik, alih-alih langsung makan siang, para orang tua dan anak binaan terlihat antusias memadati booth fotografi dan kedai kopi yang dioperasikan langsung oleh anak binaan. Melalui booth kopi, anak-anak terlihat antusias memamerkan keterampilan dan pengalamannya dalam meracik kopi untuk para orang tua. Tak ketinggalan, orang tua dan anak terlihat bahagia ketika berpose untuk diambil dan dicetak gambarnya di booth fotografi.
Selesai beristirahat, orang tua dan anak binaan kembali memasuki aula K.H. Agus Salim untuk makan bersama yang dilanjutkan oleh kegiatan games dan outbond yang dipandu oleh tim dari Vibrasi Human Development.
Kegiatan games dan outbond yang dilakukan bertujuan untuk meromantisasi pertemuan orang tua dan anak binaan. Permainan yang dilakukan sangat beragam dan mampu membangkitkan ragam perasaan, seperti menulis surat untuk mengungkapkan keluh kesah, berjoget bersama, juga permainan-permainan yang mengandalkan kolaborasi dan kecakapan untuk mendengarkan instruksi.
Ada satu momen kunci yang tertangkap pada sesi permainan, yakni ketika fasilitator meminta orang tua dan anak duduk berpasangan untuk menulis surat yang berisikan kata-kata kunci seperti “maaf, terimakasih, dan ku harap” untuk kemudian dilanjutkan ditulis sesuai isi hati. Surat yang telah ditulis kemudian saling ditukar dan dibaca di dalam hati dengan posisi badan saling berhadapan. Terlihat beberapa anak binaan dan orang tua tak kuasa menahan tangis dan haru. Isak tangis semakin menjadi ketika fasilitator meminta mereka untuk saling berpelukan dan saling menatap mata. “Permainan penulisan surat dilakukan karena ada riset yang membuktikan bahwa orang Indonesia kesulitan untuk berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan melalui verbal. Padahal, cara mengungkap perasaan itu ada beragam, salah satunya melalui surat” ucap Veny saat memberikan instruksi.
Selain mencoba meromantisasi hubungan anak dan orang tua, permainan yang berlangsung juga dibarengi dengan sesi refleksi diri. Fasilitator mengajak para peserta untuk menutup mata dan memberi jeda untuk mencerna perasaannya selepas sesi surat-menyurat. Ini dilakukan dengan tujuan adanya kesadaran untuk mengolah emosi yang sedang meluap-luap dengan cara memberi jeda bagi diri kita untuk memaknai perspektif orang lain.
Suasana haru lalu berubah menjadi tawa ketika fasilitator mengajak orang tua dan anak binaan untuk melanjutkan kegiatan dengan sesi games yang penuh canda. Sesi ini seolah berhasil melunturkan tembok kaku hubungan orang tua dan anak.
Rangkaian acara hari anak lalu ditutup dengan pembagian doorprize dan foto bersama. Selain itu, orang tua juga diperkenankan untuk mengambil cetakan foto yang telah disiapkan oleh tim PKBI DIY sebagai kenang-kenangan.