Sejarah Singkat International Women’s Day
Tanggal 8 Maret, Perserikatan Bangsa Bangsa menetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Penetapan oleh PBB terjadi pada tahun 1978, tiga tahun sebelumnya PBB menetapkan tahun 1975 sebagai “Women’s Year International (Tahun Perempuan International)” dan bulan Maret didedikasikan sebagai “Bulan Perempuan” dimana secara resmi dimasukkan dalam daftar yang dianjurkan untuk diliburkan oleh PBB.
Sekjen PBB mengeluarkan pesan tahunannya dan menganjurkan negara anggota untuk memperingatinya. Di Amerika Serikat Kongres dan Senat tahun 1997 mengeluarkan resolusi bulan Maret sebagai Bulan Sejarah Perempuan. Seiring dengan meningkatnya pengajaran sejarah perempuan dalam kurikulum di berbagai sekolah di Amerika dan Eropa. Ditentukannya tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional (International Woman Day) merupakan sejarah panjang gerakan perempuan, khususnya gerakan perempuan pekerja (buruh perempuan).
Ditilik dari keberlangsungan perjuangan perempuan, Tanggal 8 Maret menjadi penting karena merupakan suatu titik tolak, titik beranjak perempuan mengorganisasi diri dan memperjuangkan hak-haknya. Delapan Maret adalah hari perempuan bangkit dan berkesadaran serta membangun organisasi untuk terus bergerak. Meskipun faktanya peringatan hari perempuan 8 Maret berawal di negara di Amerika Serikat atau Rusia, solidaritas perempuan sebagai ‘second sex’, menjadikan International Woman Day menjadi milik perempuan di seluruh dunia, waktu mengingat perjuangan di masa lalu dan melanjutkannya di masa depan.
Perkawinan Anak dan Kesehatan Reproduksi
Salah satu hak dari 12 hak reproduksi dan seksual adalah hak memilih bentuk keluarga dan hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. Setiap orang berhak merencanakan, membangun dan memilih bentuk keluarga, memilih untuk menikah atau tidak menikah. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan di Indonesia, pasal 7 ayat 2 menerangkan umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan laki-laki diusia 19 tahun dan perempuan diusia 16 tahun. Namun, Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan batasan usia anak dalam Pasal 1 ayat (1) “ Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” . Pasal ini yang menyatakan dengan jelas mengkategorikan kelompok usia seperti yang tercantum dalam UU Perkawinan tersebut sebagai anak-anak.
Fakta yang ada, di D.I Yogyakarta angka dispensasi kawin masih tinggi. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama se-DIY tahun 2015 jumlah permohonan dispensasi kawin mencapai 389 perkara.
Banyak sekali risiko yang bisa terjadi bagi anak yang menikah di bawah usia 20 tahun. Anak perempuan khususnya, dia akan berada pada posisi yang lemah dalam keluarga, menghadapi kehamilan dan persalinan yang beresiko tinggi hingga kematian ibu dan bayi, beresiko terhadap kekerasan domestik dan terbebani pekerjaan rumah tangga, selain itu, organ reproduksi yang belum siap juga rentan terhadap risiko kanker cerviks. Menurut data dari Dinas Kesehatan DIY Desember 2015 tercatat 44 kasus rawat inap dan 34 kasus rawat jalan untuk kanker cerviks.
Selaras dengan fakta diatas, perkawinan anak juga berdampak pada terjadinya kasus kekerasan. Menurut data dari BPPM DIY ditahun 2014 ada 855 kasus kekerasan, di tahun 2015 data tersebut naik menjadi 1029 kasus. Pada dasarnya, kerentanan perempuan dan remaja khususnya remaja perempuan, bukan hanya karena faktor biologisnya, namun juga secara sosial dan kultural belum berdaya untuk menyuarakan kepentingan/haknya.
Peringatan IWD 2016
Dalam rangka peringatan Hari Perempuan International besok pada tanggal 8 Maret 2016, PKBI DIY bekerja sama dengan Mitra Wacana, Fatayat NU dan PSKK UGM akan mengadakan rangkaian kegiatan International Women’s Day 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta, diantaranya diskusi publik dengan tema “Problematika Perkawinan Anak di Indonesia” . Diskusi ini akan diikuti oleh kurang lebih 100 orang, terdiri dari unsur akademisi, LSM, ORSOSMAS dan ORSOSPIL Pemerintah, Jaringan atau aliansi dan Mitra Strategis. Seminar tersebut diselenggarakan, sebagai sebuah bentuk ikhtiar bersama untuk merespon permasalahan perkawinan anak yang terjadi di Indonesia dan khususnya di DIY. Kegiatan tersebut juga akan dipublikasikan lewat talkshow radio, di beberapa radio mitra dan juga lewat sosial media dengan menggunakan #IWD2016 #PledgeforParity.
Selain itu, PKBI DIY juga memberikan layanan gratis untuk pemeriksaan IVA, VCT, dan IMS pada tanggal 1,4, dan 8 Maret bagi seluruh masyarakat Yogyakarta. Gratis layanan umum dan kespro pada tanggal 7 bagi warga Badran.
Apapun kegiatan pada 8 Maret besok, perjuangan organisasi perempuan masih panjang untuk mengikis tindakan diskriminasi, kekerasan, beban ganda terhadap perempuan, dan menggantikanya dengan budaya berkesadaran sama, berperilaku setara, dan saling menghargai antar sesama.