Persoalan
kesehatan reproduksi [HIV Dan AIDS] selama ditempatkan sebagai
problem biologis, tidak dipandang sebagai akibat ketimpangan relasi
kuasa. Cara pandang ini mempengaruhi pengembangan agenda dan program
intervensi dalam pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual,
secara spesifik penanggulangan HIV dan AIDS. Strategi program mewujud
dalam aktivitas a politis dan a sosial yang menempatkan rakyat
sebagai obyek agenda perubahan sosial.
Menurut Mashroel, Koordinator Program Pengembangan Media dan Pelatihan, nalar semacam ini bukan tanpa masalah. Pengalaman
PKBI DIY memberikan pelajaran
berharga mengenai capaian perubahan sosial yang
lebih luas. Selain terjebak pada nalar charity, memunculkan
penyalahan-penyalahan terhadap rakyat atas kegagalan
program. “Penyalahan ini melahirkan stigma dan diskriminasi terhadap
komunitas remaja jalanan, gay, waria, lesbian, serta laki-laki dan
perempuan pekerja seks,” katanya.
Belajar
dari kekeliruan, kini PKBI DIY mengembangkan kesadaran
kritis dalam merumuskan agenda-agenda perubahan sosial. Agenda
terpenting, melakukan pergeseran paradigmatik dari problem biologis
dan kesalahan perilaku menjadi problem relasi kuasa. “Paradigma ini
sedang menunjukkan, problem kesehatan reproduksi dan seksual serta
tingginya prevalensi HIV dan AIDS, sesungguhnya akibat dari sistem
sosial yang patriarkhal,” ujar Mashroel.
Pergesaran
paradigmatik menuntut tersedianya data sebagai pijakan dalam
pengembangan program. Jurnalisme investigatif, untuk sementara,
dipandang bisa menjadi alat pengumpulan fakta-fakta empiris. Mampu
membongkar ketertindasan identitas, perangkat-perangkat
pelanggengannya, berkaitan dengan kesehatan reproduksi, HIV-AIDS,
Kekerasan berbasis Gender dan pelanggaran HAM. “Pinsipnya, bisa secara jelas memetakan siapa yang
diutungkan sistem diskriminatif ini,” katanya.
Mashroel menyatakan jurnalisme
Investigatif akan memainkan peran penting dalam proses counter
terhadap media-media mainstream yang selalu menempatkan
kelompok-kelompok minoritas sebagai sumber persoalan sosial. “Media
semacam juga akan menjadi aktor pelanggeng stigma dan diskriminasi,” ujarnya.
Pelatihan selama tiga hari ini akan dipandu oleh Iwan Piliang dari PressTalks Jakarta, dan dua narasumber ahli, Ashadi Siregar (Direktur LP3Y) dan Amarzan Loebis (Redaktur Senior Tempo).