Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, peningkatan kasus seksual pada anak merebak di sejumlah wilayah di tanah air yang terjadi di ruang publik. Kasus terakhir yang menyita perhatian masyarakat Indonesia, Angeline di Bali disusul kasus pelatih Paskibraka melakukan kekerasan seksual pada 4 anak SD di Jakarta. Bagus Yaugo Wicaksono, direktur Gugah Nurani Indonesia menyatakan absennya Negara dalam upaya nyata perlindungan anak menjadi alasan utama peningkatan kasus kekerasan seksual anak.
“Negara masih absen dalam pelaksanaan sistem perlindungan anak, khususnya terkait dengan pencegahan terhadap tindakan yang berdampak buruk pada anak”, ungkapnya saat dihubungi oleh jurnalis www.pkbi-diy.info (12/6).
Kasus Jakarta International School, Emon di Sukabumi dan beberapa kasus lain di tanah air mendorong Presiden SBY mengeluarkan program Indonesia Darurat Kekerasan Seksual pada tahun 2014. Setelah setahun berlalu, bukannya menurun, kekerasan seksual pada anak masih terus terjadi di ruang publik dan dilakukan oleh orang yang seharusnya melindunginya.
Indonesia darurat kekerasan seksual anak belum secara langsung berpengaruh di daerah. Penguatan kepada anak tidak dilakukan secara nyata dan belum dijalankan sebagai sebuah kebutuhan utama.
“Partisipasi anak untuk menjaga diri sendiri ini perlu dikembangkan dalam berbagai sektor, termasuk di dalamnya penberian infomasi untuk pencegahan tindakan dari orang lain yang akan berdampak pada mereka. Di sini sangat kelihatan bahwa anak tidak tau apa yang harus dilakukan jika ada kekerasan pada dirinya”, tambah Bagus.
Hal senada diungkapkan oleh Anis Farikhatin dari Forum Guru Kesehatan Reproduksi DIY, kekerasan seksual pada anak akibat Negara abai terhadap hak-hak seksual dan reproduksi anak. Negara seharusnya menguatkan masyarakat dan membangun sistem perlindungan anak di sekolah dan seluruh ruang publik di tanah air.
“Negara dan masyarakat abai terhadap anak. Negara seharusnya membuat sistem dan regulasi yang mampu memberikan perlindungan pada anak dimanapun mereka berada”, ungkapnya.
One thought on “Kasus Angeline : Negara “Diam” Menghadapi Kekerasan Seksual Anak”