1 Desember lalu, dunia berkumpul dalam peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS 2023) dengan tema yang merayakan kekuatan komunitas, yakni “Let Community Lead” atau “Biarkan Masyarakat Memimpin.” Tema ini bukan hanya seremonial; ia membangkitkan perbincangan mendalam mengenai peran penting komunitas dalam menghadapi tantangan pandemi HIV/AIDS. Fokus pada pemahaman, dukungan, dan pencegahan di tingkat lokal merupakan kunci untuk menciptakan dampak positif yang signifikan.
Indonesia, khususnya Yogyakarta, telah menjadi panggung serius dari pertempuran melawan HIV/AIDS sejak tahun 1993, saat kasus positif pertama terdeteksi. Hingga September 2023, data mencatat lebih dari 7.446 orang terkonfirmasi positif HIV, dengan 2.212 di antaranya terkonfirmasi AIDS. Kabupaten Sleman mencatatkan angka tertinggi kasus positif HIV sebanyak 1.905, sementara Kabupaten Bantul melaporkan jumlah terkonfirmasi positif AIDS mencapai 535.
Menggali lebih dalam, kita menemukan bahwa kelompok usia produktif, khususnya mereka yang berusia 20 hingga 29 tahun, adalah kelompok yang paling terdampak sejak awal munculnya HIV pada tahun 1993. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai bagian integral dari masyarakat, tetapi juga sebagai tulang punggung ekonomi. Keterlibatan aktif dan intensif dari komunitas dalam pencegahan dan penanggulangan di kalangan kelompok usia ini menjadi suatu keharusan mendesak.
Sejak 1993 hingga September 2023, statistik menunjukkan bahwa setidaknya 2.474 individu di kelompok usia ini dinyatakan positif HIV, dengan 538 di antaranya terkonfirmasi AIDS. Angka ini menandakan eskalasi serius terhadap masalah yang terjadi.
Explorasi mendalam mengenai penyebab penyebaran yang lebih tinggi di kalangan kelompok usia tersebut mengungkap sejumlah faktor kompleks, termasuk kurangnya pemahaman, stigma sosial, dan hambatan akses terhadap informasi kesehatan. Langkah-langkah konkret, seperti peningkatan edukasi, layanan kesehatan yang mudah diakses, dan advokasi terbuka untuk mengurangi stigma, merupakan bagian integral dari pendekatan komunitas yang efektif.
Dalam konteks ini, “Biarkan Masyarakat Memimpin” bukan hanya semboyan, tetapi panggilan tindakan. Komunitas memiliki pengetahuan lokal, konektivitas, dan daya dorong yang diperlukan untuk merancang dan melaksanakan strategi yang efektif. Keberlanjutan upaya pencegahan dan perawatan memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat lokal.
Dengan menempatkan komunitas di garis depan, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk mengatasi tantangan HIV/AIDS di Yogyakarta dan menjalankan komitmen global untuk menciptakan dunia tanpa AIDS. Sebagai sebuah komunitas, saatnya kita bersatu, memberdayakan satu sama lain, dan bersama-sama memimpin perubahan positif.