“Ketika di kampung kami ada orang berstatus AIDS meninggal dunia, jenazahnya kita urus sebagaimana semestinya. Selama 7 hari juga kita bacakan tahlil,” kata Sumartono, Kepala Dusun Punukan, Desa Wates, Kecamatan Wates, Kulonprogo, tpada saat ditanya bagaimana respons masyarakat setelah dilakukan pendampingan PKBI Cabang Kulonprogo mengenai Kesehatan Seksual dan Reproduksi [HIV dan AIDS], jender dan HAM.

Pertemuan yang berjalan santai, diselingi minum teh, dan tawa lepas di sana-sini, terus berlanjut dengan mendiskusikan perjalanan program, apa yang dianggap berhasil, apa yang dianggap gagal dan apa yang dianggap mendukung dan dianggap sebagai penghambat. Menurut Parti, kader Kesehatan Seksual dan Reproduksi mitra PKBI Cabang Kulonprogo, masyarakat merasa diuntungkan dengan program ini dan sangat mendukung. “Ibu-ibu di sini sudah biasa meminta kondom,” katanya.

Berbicara kendalanya, menurut Sumartono, hanya semata-mata soal waktu. Warga di sini sebagiannya ada yang bekerja di Kota Yogyakarta, sehingga mengatur waktu pertemuan untuk laki-laki memang tidak mudah. Jalan keluarnya, pemberitahuan pertemuan biasanya disampaikan paling lambat dua hari sebelum hari ‘H’. “Yang bekerja di luar Kulonprogo bisa pulang dan yang menjadi buruh tani, sudah siap-siap biar nggak ngantuk saat pertemuan,” katanya.

Monitoring ini selain diikuti oleh perwakilan masyarakat yang terlibat dalam program, juga diikuti Shita Laksmi, Program Officer, Media, HIV dan AIDS, dan ICT, HIVOS Asia Tenggara, Mukhotib MD, Direktur Pelaksana Daerah (Dirpelda) PKBI DIY, Soepri Tjahyono, Pelaksana Daerah PKBI DIY, Paolo, Direktur Pelaksana Cabang (Dirpelcab) Kulonprogo, Tina, Koordinator Program Komunitas Desa PKBI DIY. “Dengan cara begini kita bisa mendapatkan cerita langsung dari masyarakat,” kata Shita Laksmi.

Pertemuan juga dilakukan di desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap, Kulonprogo. Dalam pertemuan ini, disepakati juga pengembangan program baru untuk rintisan PAUD Kesehatan Reproduksi. Hal ini penting dilakukan, untuk memberikan perspekti adil jender sejak dini. “Kalau memang tertarik, nanti kita bisa kirim tenaga pendidik PAUD di sini ke Surabaya, yang sudah mengembangkan model pendidikan ini,” Kata Mukhotib MD.

Sementara pada saat pertemuan dengan Radio Komunitas Murakabi, Sermo, Kokap, Kulonprogo, disepakati akan dikembangkan riset pendengar radio komunitas untuk mengukur respons warga terhadap radio komunitasnya. Menurut Shita Laksmi, riset ini tidak saja akan menguntungkan radio komunitas, tetapi juga akan menguntungkan bagi PKBI dengan informasi yang didapatkan dari hasil riset. “Pelaksanaannya, kalau mungkin tidak warga sekitar Radio Komunitas Murakabi, tetapi radio komunitas lain yang ada di Yoggyakarta,” katanya.

Program penghaspusan stigma dan diskriminasi, sampai saat ini sudah menghasilkan kesepakatan politik dengan kepala desa, BPD dan warga tentang komitmen desa untuk pengembangan program Kesehatan Seksual dan Reproduksi, Jender dan HAM. Selain itu, juga sudah ditandatangani kontrak politik dengan para calon legislatif di lima kabupaten/kota. “Ini capaian pentingnya,” kata Tina.

mmd

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *