Dilantiknya Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, DR.PH, sebagai Menteri
Kesehatan RI dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, memberikan
harapan baru dalam agenda penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
Setidaknya, manakala melihat pengalaman dan keterlibatannya dalam
program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

Lihat saja,
misalnya, keterlibatannya sebagai konsultan di Badan PBB maupun lembaga
donor internasional, hampir semuanya dalam isu HIV dan AIDS. Pengalaman
ini tentu akan sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakannya dalam agenda
penanggulangan HIV dan AIDS empat tahun ke depan.

Potensi
kepedulian dengan demikian sudah cukup memadai dalam diri Menteri
Kesehatan. Yang penting untuk kita lakukan saat ini, memberikan
berbagai informasi dan data lapangan mengenai perkembangan dan agenda
penanggulangan HIV dan AIDS yang sudah dilakukan selama ini. Penyediaan
informasi dan data ini menjadi sangat penting bagi Menteri Kesehatan,
untuk bisa mendapatkan informasi yang tidak saja bersumber dari
dokumen-dokumen resmi yang tersedia di Departemen Kesehatan.

Informasi
dan data perkembangan yang bersumber dari lapangan, dari mereka yang
positif, berada dalam wilayah rentan, maupun para aktivis HIV dan AIDS,
tentu saja akan memiliki nuansa yang berbeda, gambaran dinamika yang
berbeda, dibandingkan dengan dokumen resmi yang tersedia.

Langkah
lain, yang juga strategis, aktivis penanggulangan HIV dan AIDS, sudah
harus segera mengagendakan pertemuan langsung dengan Menteri Kesehatan,
untuk bisa menyampaikan perkembangan penanggulangan HIV dan AIDS secara
nasional, persoalan-persoalan yang selama ini muncul di lapangan dan
membantu Menteri Kesehatan untuk mengambil kebijakan progresif dalam
rencana penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

Dengan langkah-langkah ini, Menteri Kesehatan akan mengetahui pekerjaan-pekerjaan yang mestinya segera diambil berkaitan dengan penanggulangan HIV dan AIDS. Agenda dalam sisi pencegahan maupun dalam wilayah CST, yang sampai saat ini masih sering compang-camping, dan seringkali hanya karena soal yang remeh temen, dan tidak selayaknya terjadi. Misalnya, kasus tertahannya petikemas, di Bandara Soekarno Hatta, karena urusan kepabeanan. Diskriminasi yang masih seirng muncul di kalangan provider kesehatan terhadap mereka yang positif maupun dalam wilayah rentan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *