Gambaran remaja yang masih duduk di bangku sekolah dan menyatakan setuju terhadap hubungan seks karena alasan akan menikah adalah: laki-laki mencapai 72,5% dan perempuan sebanyak 27,9%. Mereka yang setuju karena alasan saling mencintai: laki-laki mencapai 72,5% dan perempuan 27,5%. Sedangkan yang setuju karena suka sama suka adalah: laki-laki sebanyak 71,5% dan perempuan 28,5%. (Syvonete Research, 2004). Sementara menurut Fact Sheet yang dikeluarkan oleh PKBI Pusat, BKKBN dan UNFPA, sebanyak 15% remaja Indonesia pernah melakukan hubungan seksual (2005) dan studi yang dilakukan oleh PSS PKBI DIY pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 12,1% remaja SMA Yogyakarta pernah melakukan hubungan seksual.
Secara umum perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh perubahan hormon seksual yang terjadi. Namun selain faktor biologis, banyak hal, baik internal maupun eksternal, yang dianggap mendorong remaja melakukan hubungan seks sebelum menikah di bawah usia 20 tahun. Faktor internal misalnya:
- Dorongan seksual yang menggebu-gebu dan sulit dikendalikan.
- Dorongan seksual afeksi (menyatakan/menerima ungkapan kasih sayang melalui aktivitas seksual)
- Dorongan agresif (keinginan untuk menyakiti diri/orang lain)
- Terpaksa (diperkosa, dipaksa pacar)
- Dorongan untuk mendapatkan fasilitas/material melalui aktivitas tersebut
- Dorongan atau keinginan untuk diakui dalam kelompok
- Dorongan atau keinginan untuk mencoba atau membuktikan fungsi atau kemampuan dari organ seksualnya
- Kurangnya pemahaman remaja mengenai resiko melakukan hubungan seks sebelum menikah di bawah usia 20 tahun
Sedangkan faktor eksternal, misalnya:
- Manusia memiliki kecenderungan untuk mengadopsi sikap dan perilaku lingkungan sekitarnya, termasuk remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri.
- Kurangnya peran orang tua, baik dalam pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi, komunikasi, dan proses negosiasi antara orang tua dan anak.
- Tekanan dari teman sebaya atau dari pacar
- Pengaruh media seperti tayangan televisi, film porno, stensil, dan sebagainya yang mempengaruhi aspek fisik dan psikologis
- Tidak adanya ruang bagi remaja untuk mendapatkan akses informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dan seksual
Penting bagi kita untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, sumber serta motif perilakunya, agar mampu mengendalikan dorongan seksual secara lebih terarah. Jika kita tidak mengetahui perilaku seksual dengan baik akan mengakibatkan perasaan bersalah atau berdosa yang sangat berlebihan (hingga mengganggu integritas kepribadian) atau sebaliknya terus melakukan HUS secara impulsif dengan menghilangkan kendali rasio (akal sehat) dan norma.
Selain itu penting juga untuk mengenali daerah erogenous, yaitu merupakan sensor sentuhan atau tekanan yang jika disentuh akan menyebabkan rangsangan seksual. Misalnya: alat kelamin, bibir, pangkal paha. Daerah erogenous bersifat individual, sehingga setiap orang memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Sebaiknya sentuhan pada daerah erogenous dihindari karena akan membangkitkan dorongan seksual. Jika dorongan seksual sudah meningkat, umumnya kontrol diri maupun akal sehat mulai menurun fungsinya. Yang lebih dominan adalah keinginan untuk memuaskan kebutuhan seksual, akibatnya banyak hal-hal yang sebetulnya tidak diinginkan terjadi.