�Apapun yang dilakukan radio komunitas pada proses Pemilu, samar atau tidak, orientasinya tetap harus pada pendidikan politik untuk komunitas sehingga komunitas atau rakyat memiliki informasi yang lebih banyak sebagai modal untuk memilih,� demikan diungkapkan Akhmad Natsir, dari CRI, dalam Diskusi �Peranan Radio Komunitas Dalam Pemilu�, Selasa (1/7) di Dusun Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul.
Dalam pengamatannya, dalam proses Pemilu radio komunitas (rakom) akan terpilah dalam dua posisi yang berbeda. Pertama, cenderung menghindari urusan politik. Sikap ini dllatarbelakangi pemahaman, politik itu kotor, takut dianggap memihak satu kelompok, dan sebagainya. Kedua, menempatkan diri sebagai alat politik. Ada yang kemudian menyempitkan arti politik dengan cara membela partai tertentu. Ada juga yang memang sejak awal kelahirannya dibidani oleh partai politik dan diniatkan sebagai bagian dari mesin partai.
Arif Rahman Hakim, dari Komisi A DPRD Kab. Bantul, menambahkan pihak yang paling bertanggung jawab memberikan pendidikan politik kepada rakyat adalah partai politik. Namun yang terjadi, partai politik belum menjalankan peran tersebut, hanya muncul pada proses kampanye Pemilu saja. Hal senada disampaikan juga oleh Sapardiyono, Ketua KPU Kulon Progo). “Hampir semua partai politik bekerja dan tampak sibuk hanya setiap 5 tahun sekali, menjelang Pemilu,” katanya.
Kemudian, Arif juga menyinggung soal UU No.10 tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Menurutnya, dalam Pasal 90 ayat 2, terdapat aturan yang menyatakan, Lembaga Penyiaran Komunitas dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye bagi Peserta Pemilu. Tetapi, bagaimanapun, pasal ini tetap dapat dimanfaatkan partai politik atau caleg untuk mengkampanyekan visi misi partainya. “KPID membuat pedoman atau program kreatif yang tidak berkesan kampanye seperti talkshow, ILM pendidikan politik, debat kandidat, bedah problema masyarakat, dan sebagainya,” katanya.
Menanggapi hal ini, salah seorang peserta diskusi menunjukkan adanya kontradiksi pada pasal 90 ayat 2 tersebut. Kampanye menurutnya merupakan proses Pemilu, dan celah ini yang sering disiasati. “Kita harus paham betul kampanye itu apa. Kalau ada penawaran visi dan misi, itu sudah termasuk kampanye. Kalau mau, berlaku adil buat semua partai atau caleg, jangan yang itu-itu saja,� katahnya.
Sementara itu, Lilik, Ketua Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY), menyatakan lembaganya akan melakukan monitoring berbasis material saja. JRKY akan memonitoring dari basis materialnya saja, tidak pada kajian isi, redaksi dan semacamnya karena nantinya cenderung ke penafsiran-penafsiran.
galink