Keluarga Berencana bukan
hanya persoalan penyediaan alat kontrasepsi. Ia berkait dan
berkelindan dengan soal pendidikan, soal kesehatan, dan juga soal
kemandirian individu dan keluarga untuk menentukan apa yang baik bagi
dirinya. Keluarga Berencana bukan hanya soal perangkat keras: kondom,
IUD, susuk dan sebagainya. Ia adalah soal tanggungjawab individu dan
keluarga. Ia adalah juga soal hak warganegara, soal relasi kekuasaan,
dan soal politik. Soal pengambilan keputusan, dan soal alokasi
sumberdaya publik. Demikian antara lain gagasan yang disampaikan
Rizal Malik, Ketua Pengurus Harian Nasional (PHN) PKBI ketika
menyampaikan kata sambutan dalam Ulang Tahun PKBI ke-51, di Jakarta
(23/12).
Dalam bagian lain
sambutannya, bila diandaikan sebagai manusia, usia 51 tahun
merupakan usia di saat manusia mencapai puncak karier ataupun
kreatifitasnya. Kalau ini adalah manusia Indonesia, berdasarkan angka
rata-rata harapan hidup, akan tersisa 12 tahun untuk laki-laki dan 15
tahun untuk perempuan untuk berkarya sebelum ajal menjemputnya.
Momentum ulang tahun,
merupakan saat yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap apa-apa
yang telah dilakukan dan kemana akan pergi di masa depan. Proses ini,
bisa dimulai dengan membuat daftar prestasi PKBI sebagai pelopor
program Keluarga Berencana di Indonesia, organisasi yang mampu
bertahan menghadapi semua tekanan dan cobaan, konsisten dengan
prinsip-prinsip, dan memiliki visi jelas mengenai masa depan. “Tetapi
tantangan yang dihadapi Bangsa dan Perkumpulan ini, masih begitu
besar,” katanya.
Refleksi juga bisa
dimulai dengan melihat kembali alasan lahirnya Perkumpulan, yaitu
angka kematian ibu ketika melahirkan. Sampai saat ini, angka kematian
ibu di Indonesia masih di angka 228 dari 100,000 kelahiran (SDKI
2007). Bahkan di beberapa kantong wilayah Indonesia, angka kematian
ibu karena melahirkan termasuk paling tinggi di dunia, sepadan dengan
Negara gagal di Afrika. “Kemiskinan dan ketidakadilan, terutama
pada perempuan, memainkan peran penting dalam membuat keadaan ini
terus berlanjut,” ujarnya.
Keberlanjutan PKBI
ditentukan oleh sikapnya dalam menghadapi persoalan bangsa dan
kemampuan mencari solusi cerdas terhadap persoalan-persoalan itu.
Perkumpulan telah melakukan apa-apa yang orang lain hanya bisa
diskusikan di tempat yang nyaman. Perkumpulan ini berani mengambil
resiko. Ketika Pemerintah yang berkuasa anti-keluarga berencana
dengan memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan. Ketika
Pemerintah kemudian mengambil alih peranan itu, kita berusaha membuka
jalan baru di wilayah-wilayah yang tidak terjangkau, dengan
pendekatan-pendekatan yang sama sekali baru. Ketika Pemerintah,
dengan kebijakan desentralisasinya, membuat keluarga berencana tampak
ketinggalan jaman (‘out
of fashion’),
Perkumpulan tetap konsisten di jalan ini. Perkumpulan melihat,
keluarga berencana adalah perlindungan dan pemenuhan hak-hak
konstitusional warga negara. Bukan soal mode yang berlaku pada hari
ini dan berganti besok. “Selama hak kesehatan seksual dan kesehatan
reproduksi laki-laki dan perempuan Indonesia belum terpenuhi, ketika
itulah Perkumpulan ini akan terus terpanggil untuk melakukan
sesuatu,” katanya.
Dalam kesempatan ini,
Rizal Malik juga menyamapiakn terimakasih kepada para relawan dan
pihak-pihak lain, termasuk Pemerintah Daerah dan Mitra dunia usaha,
yang berada di seluruh Indonesia, atas dukungannya, baik dana, waktu,
pikiran dan doa . “Untuk semua dukungan itu, atas nama Perkumpulan
saya dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semua prestasi PKBI selama 51 tahun ini tidak akan tercipta tanpa
dukungan dari anda semua,” katanya, mengakhiri kata sambutannya.