Saat kita membuat keputusan mengenai apa yang akan kita lakukan, hal yang pertama dilakukan adalah biasanya menilai kemampuan diri kita. Penilaian diri merupakan bagian dari konsep diri. Konsep diri adalah pandangan atau kesan individu terhadap dirinya secara menyeluruh yang meliputi pendapatnya tentang dirinya sendiri maupun gambaran diri orang lain tentang hal-hal yang dapat dicapainya yang terbentuk melalui pengalaman dan interpretasi dari lingkungannya, meliputi tiga dimensi, yaitu (1) pengetahuan tentang diri sendiri, (2) harapan untuk diri sendiri, dan (3) evaluasi mengenai diri sendiri.
Konsep diri terbentuk dari gambaran diri (self image) yang pembentuknya melalui proses bertanya pada diri sendiri,
-
“Siapakah saya?”
-
“Apa peran saya dalam kehidupan?”
-
“Bagaimana nilai-nilai yang saya anut?”
-
”Baik atau buruk?”
-
“Ingin jadi seperti apa saya kelak?”
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan membentuk dari konsep diri yang kemudian membentuk penghayatan terhadap nilai diri.
Proses bertanya pada diri sendiri tersebut merupakan proses untuk mengenal diri kita. Bila kita telah menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut maka kita akan lebih mudah menemukan konsep diri kita dan mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan konsep diri yang kita miliki.
Pada diri seseorang konsep diri berkaitan dengan pandangannya terhadap:
-
Keadaan fisik (seperti bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, kondisi sehat dan sakit).
-
Aspek psikis (meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki)
-
Aspek sosial (meliputi bagaimana perasaan individu dalam lingkup perannya di lingkungan, penilaian terhadap peran, dan kemampuan sosialisasi)
-
Aspek moral (bagaimana memandang baik dan buruk, apa yang boleh dan tidak boleh, nilai-nilai agama, peraturan atau nilai-nilai masyarakat).
-
Mengenali kemampuan yang dimiliki, kelebihan dan kekurangan.
-
Tujuan dan rencana hidup, serta harapan-harapan pribadi.
-
Aspek seksual (meliputi identitas seksual, jenis kelamin, orientasi seksual)
Secara keseluruhan, konsep diri terdiri dari :
1.Extant self : siapa saya pada saat ini
2.Desired self : diri yang saya inginkan
3.Presenting self : diri yang saya tampilkan dilingkungan
Saat seorang manusia lahir, manusia tidak memiliki konsep diri karena tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak ada harapan, dan tidak ada evaluasi terhadap dirinya sendiri. Kemudian, dalam tahun pertama kehidupan, manusia mulai membedakan antara ”aku” dan yang ”bukan aku”, antara ”milikku” dan yang ”bukan milikku”. Disinilah proses dimulai terbentuknya konsep diri. Konsep diri akan terus berkembang sepanjang hidup manusia (Calhoun, 1990).
Konsep diri merupakan hasil dari proses belajar manusia melalui hubungannya dengan orang lain. Lingkungan memiliki peran yang penting dalam proses mengenal diri terutama dalam pengalaman relasi dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan dirinya. Dari situ ia menangkap pantulan tentang dirinya, seperti apakah dirinya tersebut sebagai pribadi. Jadi konsep diri seseorang dapat diketahui berdasarkan perbandingan antara apa yang ia rasakan terhadap dirinya sendiri dengan apa yang orang lain rasakan terhadap diri orang tersebut. Oleh sebab itu muncul presenting self (disebut juga public self) sebab biasanya orang menampilkan diri sesuai dengan apa yang dianggap baik atau diterima oleh lingkungannya.
Markus dan Narius mengungkapkan hubungan antara extant self dan desired self pada remaja. Remaja adalah masa dimana seseorang memiliki idola tertentu atau memiliki gambaran yang ideal mengenai sesuatu yang akhirnya membentuk desired self.
Ada 3 kemungkinan yang muncul jika kita menghubungkan antara extant self dan desired self :
-
Bila kesenjangan antara extant self dan desired self kecil. Ini berarti seseorang merasa puas pada dirinya dan mungkin tidak ingin mengembangkan diri untuk menjadi lebih baik.
-
Bila kesenjangan antara extant self dan desired self besar. Ini berarti bahwa seseorang mempunyai keinginan yang sangat tinggi untuk berubah dan mungkin tidak realistik.
-
Bila kesenjangan antara extant self dan desired self moderat (sedang- sedang saja). Kondisi ini adalah yang paling bagus, karena orang itu menyadari keadaan dirinya sekarang dan menentukan tujuan yang masuk akal sehingga membuatnya terpacu untuk mengembangkan dirinya.
Calhoun (1990) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu : konsep diri positif dan konsep diri negatif. Penilaian terhadap konsep diri terbayang dari positif ke negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan sangat mengenali dirinya, kelebihan dan juga kelemahannya disamping itu ia tidak terpaku pada kelemahannya. Ia dapat mengakui dan menerima kelemahanya tersebut tanpa rasa rendah diri dan hal itu justru memacunya untuk menjadi individu yang lebih baik dengan cara mengembangkan kelebihannya. Sedangkan pada remaja yang memilki konsep diri negatif , ia hanya akan terpaku pada kelemahannya dan menjadi rendah diri.
Derajat positif-negatif dari konsep diri akan berpengaruh pada rasa percaya diri seseorang dan akhirnya mempengaruhi tingkah lakunya. Remaja dengan konsep diri positif akan lebih percaya diri dan merasa yakin bahwa dirinya memiliki andil terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. Akibatnya, ia akan lebih bersemangat untuk berusaha mencapai segala tujuannya.
Konsep diri yang negatif membuat remaja cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal yang negatif dalam dirinya, sehingga sulit menemukan hal-hal positif dan pantas dihargai dalam dirinya.
Remaja yang mempunyai konsep diri negatif mudah mengecam dan menyalahkan diri sendiri karena merasa kurang cantik atau kurang berbakat. Oleh karena itu konsep diri yang negatif cenderung membawa remaja pada kegagalan. Perasaan tidak mampu dan bayang-bayang kegagalan justru akan menghambat keberhasilan; sehingga sering kali bayang-bayang kegagalan tersebut menjadi kenyataan, dan remaja tersebut akhirnya menghindari kesempatan. Kesempatan yang sebenarnya mungkin saat bermanfaat bagi pengembangan dirinya.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa konsep diri mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan kita. Konsep diri yang baik dapat berakibat baik pada diri kita dan sebaliknya, konsep diri yang buruk dapat berdampak negatif pada diri kita.
Untuk mengembangkan konsep diri yang sehat dan positif, kita sebaiknya:
- Belajar tentang diri sendiri. Pekalah terhadap setiap informasi, umpan balik, baik yang positif maupun negatif tentang diri kita, baik melalui pengalaman maupun yang diberikan langsung oleh orang yang berarti penting bagi diri kita sendiri. Ujilah informasi itu dan jangan cepat termakan olehnya karena siapa tahu informasi tersebut salah.
- Mengembangkan kemampuan untuk menemukan unsur-unsur positif yang kita miliki dan segi-segi negatif yang kita miliki.
- Menerima dan mengakui diri sebagai manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang dapat berhasil tetapi bisa juga mengalami kegagalan. Terimalah diri kita apa adanya dengan terus berusaha utuk memperbaiki, mengembangkan dan menyempurnakan diri.
- Memandang diri sebagai manusia yang berharga, yang mempunyai tujuan dan cita-cita menjadi manusia bermutu dan mampu memberikan sumbangan bagi kehidupan. Kita berusaha menjadi aktif dan mengarahkan diri menuju ke tujuan dan sasaran hidup kita. Dengan kegiatan dan usaha kita pada suatu saat kita akan mampu mencapai apa yang harus dan dapat kita capai. Karena berkat kegiatan dan usaha itu diri dan kemampuan serta potensi kita berkembang.