Kiat Mengelola Stres
Stres tidak dapat dihindari karena senantiasa akan muncul dalam kehidupan kita. Mau tidak mau, kita harus menghadapinya secara aktif dan menguasai situasi khusus yang menyebabkannya.Dalam mengatasi stres, kita tetap memfokuskan pada kejadian-kejadian yang menyebabkan stres (stressor) dan mencoba menghadapinya meskipun perasaan cemas, gelisah, dan marah melingkupi kita.
Dalam keadaan stres, kita dihadapkan kepada dua hal yang saling berkaitan, yaitu menghadapi stres tersebut secara efektif dan mengontrol kecemasan, kegelisahan, dan kemarahan dengan baik. Dengan demikian, kita tidak dikuasai oleh stres, justru mengelolanya menjadi suatu yang positif. Upaya mengatasi stres akan gagal jika kita mencoba mengabaikannya, menyangkal, atau malahan lari dari stres yang dialami.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengelola stres dengan baik, yaitu:
1. Menghindari mekanisme pertahanan diri yang kaku.
Mekanisme pertahanan diri kaku berkembang dan menetap ketika seseorang menghayati perasaan cemas dan tidak aman yang intens, yang sekaligus memunculkan perasaan bersalah dan/atau menganggu “ego” atau kebanggaan diri, dan untuk meminimalkan atau menghilangkannya, ia kemudian mengembangkan lapisan-lapisan pertahanan, yang dapat sedemikian rupa tak disadari. Dalam batas-batas tertentu, semua manusia normal secara sengaja menggunakan mekanisme ini, misalnya ketika tidak sedang dituntut untuk dapat berkonsentrasi menyelesaikan ujian, padahal pada saat sama sedang menghadapi masalah dengan pacar. Dalam situasi ini, individu tersebut mungkin akan menekan dahulu kegelisahannya tentang pacar, untuk dapat menyelesaikan ujian. Atau seorang ibu yang mendadak kematian anak akibat kecelakaan, dan selama beberapa waktu tidak percaya bahwa anaknya telah tidak ada. Bila memantap, mekanisme pertahanan diri akan mengganggu kenyamanan hidup diri sendiri maupun orang lain.
2. Menghindari (avoidance).
Dalam hal ini kita mencoba menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat kita stres. Kenalilah kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri kita. Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga terhindar dari stres tersebut. Namun, bila terpaksa harus menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu akibatnya dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan bijak. Contohnya, kita menghindari jalanan yang biasanya macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun mungkin lebih jauh. Menarik diri atau menghindar kadang menjadi suatu cara yang efektif, bila situasi yang menekan sudah tak dapat ditanggulangi. Misalnya bila kita berhadapan dengan orang yang sangat sulit, dan mengkonfrontasi orang tersebut akan menambah masalah. Meski demikian perlu diingat, bahwa kebiasaan bersikap “menarik diri” tidak menjadi suatu bentuk penyelesaian masalah yang dianjurkan. Individu yang terus-menerus cenderung mengambil cara menghindar akan sulit mengembangkan dirinya. Terus menghindar juga memperlihatkan ketidakmampuan individu untuk bersikap asertif. Karenanya, menarik diri atau menghindar sebaiknya dilakukan hanya dalam kasus-kasus khusus saja, dan diterapkan secara sementara.
3. Melatih asertivitas.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang bersikap seenaknya, atau mencoba memanfaatkan kelemahan orang lain bila itu memungkinkan. Melatih asertivitas menjadi salah satu cara penting yang tampaknya perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini. Secara ringkas saja, individu dikatakan bersikap asertif bila ia mampu berhubungan sosial dengan orang lain secara jujur, menyatakan sikap dan pandangannya (yang mungkin berbeda) secara terbuka dan tegas, tetapi dengan tetap menghormati orang yang dihadapinya. Hanya diam secara pasif memendam kejengkelan bukanlah sikap asertif. Tetapi segera saja meledak marah, entah dengan memaki apalagi melakukan tindakan fisik tertentu, juga bukan sikap asertif. Yang terakhir lebih tepat disebut bersikap agresif.
4. Mengalihkan stressor menjadi hal positif.
Kita tidak membiarkan stressor menguasai kita, sehingga kita benar-benar menjadi stres. Contohnya, kita tidak membiarkan rasa jemu saat menunggu seseorang atau melakukan perjalanan jauh dengan membaca atau mendengarkan musik.
5. Berkompromi.
Berkompromi dapat tampil dalam bentuk lebih pasif, yakni lebih mencoba menyesuaikan diri dengan tuntutan, tanpa upaya untuk mengubah lingkungan. Terjadi pada individu yang demi menghindari konflik, mengikuti saja apa yang dituntut oleh pihak lain, meski hal itu mungkin dirasa kurang adil. Ini disebut konformitas. Kompromi juga dapat tampil dengan upaya kedua belah pihak untuk saling menyesuaikan diri. Ini di sebut negosiasi, dan biasanya menjadi cara penyelesaian masalah yang lebih baik, karena bukan hanya satu pihak yang dituntut untuk berubah, melainkan semua pihak yang terlibat. Ada pula cara lain yang kadang digunakan, yakni substitusi. Karena kesulitan melakukan sesuatu yang diinginkan, subjek mencari tujuan pengganti, yang masih relevan dengan harapan sebelumnya. Misalnya, tidak mampu masuk sekolah kedokteran karena tak ada biaya, akhirnya memilih bidang farmasi yang menyediakan beasiswa.
6. Mitigasi (mitigation).
Kita diharapkan dapat mengelola stres dengan efektif dengan memelihara tubuh secara baik. Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam mengendalikan atau mengontrol stres yang menimpa. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:
- Olahraga. Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh semakin sehat. Kita juga lebih enak tidur sehingga seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan baik. Berolahraga sekaligus berfungsi sebagai psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang membuat stres.
- Rekreasi. Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi terhadap hal-hal yang membuat stres. Rekreasi sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.
- Rileks. Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri kita dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat dilakukan dengan meditasi, latihan pernapasan dalam, tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling gampang adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
7. Menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres.
Beberapa strategi untuk dapat memecahkan masalah, antara lain:
- Introspeksi. Kita perlu melihat apakah kita yang justru menciptakan masalah itu atau paling tidak turut memberikan kontribusi terhadap munculnya masalah tersebut. Dengan introspkesi, kita bisa memetik sejumlah hikmah untuk langkah selanjutnya.
- Tetap beraktivitas. Meskipun sulit untuk dilakukan, kita dapat memaksakan diri sekuat tenaga untuk melakukan berbagai kesibukan seperti biasanya, kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari kita. Dengan cara itu, biasanya kita akan memperoleh pemikiran-pemikiran atau gagasan-gagasan baru yang bermanfaat sebagai pemecahan masalah. Selain itu, melalui beraktivitas, kita bisa secara perlahan meredakan perasaan emosional kita dalam menghadapi permasalahan.
- Berpikir positif dan berjiwa besar. Memaknai bahwa hidup ini harus dihayati tidak sebatas masalah yang dihadapi, karena masih banyak aspek-aspek kehidupan lain yang masih bisa dinikmati. Hidup ini tidak berarti berhenti hanya karena datangnya satu masalah saja. Lebih baik bila mengingat hal-hal positif yang masih kita miliki. Kalau kita mengingat bahwa setiap masalah pasti ada sisi positifnya, maka kita akan cenderung menerima masalah dengan lebih mudah
- Berjuang menghadapi masalah. Masalah yang datang bukan untuk dihindari atau dilupakan tetapi untuk dihadapi atau dipecahkan. Berbagai bentuk pelarian yang dilakukan tidak akan menyelesaikan masalah, malah justru akan memperburuk masalah atau bahkan menimbulkan masalah baru.
- Pendekatan pada Tuhan. Keyakinan kita pada Tuhan, bahwa Tuhan akan selalu membantu kita, dapat memberikan ketenangan dan kesejukan di hati kita sehingga kita dapat berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi.
- Berbagi dengan orang lain. Berbagi cerita dengan teman dekat, sekaligus meminta pendapat atau sarannya, mungkin bisa membantu memecahkan masalah. Biasanya kita akan merasa lebih lega ketika kita bisa menceritakan permasalahan kita, karena secara psikologis, setidaknya kita merasa bahwa bukan hanya kita yang harus menanggung masalah yang sedang kita hadapi. Orang lain umumnya dapat membantu kita untuk berpikir lebih objektif mngenai permasalahan kita. Dengan demikian, permasalahan dapat diatasi secara lebih baik karena kita lebih memahami sumber atau akar permasalahannya, baik itu bersumber dari diri kita sendiri maupun dari lingkungan
Nasehat yang sangat bermanfaat. Mengingat saat ini banyak orang sakit yang sumber utamanya adalah stress.