Menurut Judith Senderowitz dalam bukunya Making Reproductive Health Services Youth Friendly, suatu pelayanan baru dapat dikatakan youth friendly atau bersahabat dengan remaja jika memiliki kebijakan serta atribut yang membuat remaja http://www.wholesaledetroitlionsjerseys.com tertarik untuk mendatangi klinik atau program, memberikan pelayanan yang menyenangkan dengan rancangan klinik yang sesuai dengan remaja, memenuhi kebutuhan remaja serta memberikan kemudahan bagi remaja untuk melakukan follow up atau kunjungan ulang.
Dari sisi penyelenggara (provider), klinik remaja harus memiliki staf klinik yang sudah mendapat training khusus sehingga mereka menghargai dan bersahabat dengan remaja serta menghargai privasi dan kerahasiaan klien. Waktu konsultasi harus cukup dan memadai bagi terselenggaranya interaksi antara provider dengan klien. Selain itu juga dibutuhkan kehadiran peer counselor atau konselor sebaya yang baik.
Dari segi fasilitas klinik dan desain program, suatu klinik baru dapat dikatakan bersahabat dengan remaja bila mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Lokasi klinik yang mudah dijangkau.
- Waktu pelayanan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan remaja.
- Desain interior dan eksterior yang memberikan kenyamanan dan menjaga privasi remaja dan secara khusus memiliki ruang transit untuk media komunikasi, pendidikan, dan informasi bagi remaja.
- Biaya pelayanan sesuai dengan kondisi keuangan klien.
- Tidak ada diskriminasi gender klien remaja laki-laki maupun perempuan diterima dan dilayani secara baik.
- Melayani berbagai jenis masalah kesehatan reproduksi remaja.
- Adanya kemudahan untuk merujuk ke pelayanan rumah sakit apabila diperlukan.
- Melibatkan remaja dalam desain dan pengembangan selanjutnya.
- Memungkinkan adanya kegiatan diskusi secara kelompok.
- Terdapat banyak alternatif yang diberikan klinik bagi akses informasi, konseling, dan pelayanan.
Untuk membangun sebuah pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja memang bukan hal yang mudah. Kendala yang dihadapi mencakup kurangnya tenaga medis yang bersahabat dengan remaja, kurangnya dana untuk menciptakan pelayanan yang ideal, serta hambatan nilai dari masyarakat sekitar karena adanya konstruksi budaya. Belum lagi adanya hambatan kebijakan yang datang dari pemerintah, berupa sulitnya memperoleh izin untuk pendirian dan penyelenggaraan klinik remaja.
Meskipun dihadapkan pada berbagai kendala, penyelenggaraan program yang memenuhi kebutuhan remaja akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi seharusnya justru menjadi sebuah tantangan positif. Remaja sudah amat merindukan kehadiran sebuah klinik remaja yang bersahabat dengan mereka. Membangun dan mewujudkan pelayanan klinik remaja yang bersahabat merupakan tanggung jawab kita bersama.