Gambar menunjukan tulisan warning berwarna kuning diikuti tulisan: postingan ini mengandung konten kekerasan yang dapat memicu trauma pembaca

Berapa banyak dari kita yang sadar bahwa pengalaman yang “aneh,” “asing,” atau “nggak wajar” di masa lalu mungkin sebenarnya adalah pelecehan seksual?

Contohnya adalah Luna (nama samaran), seorang perempuan yang mengalami situasi yang membingungkan di masa kecilnya. Ia tinggal bersama keluarganya ketika sebuah peristiwa pelecehan terjadi. Meskipun Luna ingat pesan ibunya tentang pentingnya batasan tubuh, ia merasa biasa saja karena mengenal pamannya. 

Setelah bertahun-tahun, Luna baru menyadari pengalamannya saat mengikuti kelas di mana gurunya menjelaskan kalau ada bagian tubuh yang harus dihormati dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Ia terkejut ketika menyadari bahwa beberapa pengalaman di masa lalu tidak sesuai dengan pemahaman baru ini. Luna kemudian bertanya kepada orang dewasa tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan dan mendapatkan wawasan lebih dalam tentang menghormati batasan tubuh dan pentingnya izin.

Sejak Luna sadar, dia mulai menghindari pertemuan keluarga. Bahkan sampai sekarang dia masih merasa takut dan saat tiba-tiba teringat; refleks berteriak. Kalau duduk disebelah laki-laki atau ada laki-laki di sekelilingnya Luna refleks menyilangkan tangannya ke bagian dada. Hingga saat ini, Luna menyimpan ceritanya rapat-rapat dan tidak berniat untuk menceritakan ke keluarganya karena takut akan merusak keluarganya. 

Kisah Luna mungkin hanya satu dari banyak pengalaman serupa yang dialami perempuan. Meskipun waktu itu terasa biasa saja, pengalaman masa lalu Luna punya dampak psikologis yang dalam dan bisa bertahan hingga sekarang. Luna kini harus menghadapi rasa cemas dan ketidaknyamanan saat berinteraksi dengan laki-laki, yang bisa mempengaruhi hubungan sosialnya. Ketidaktahuan ini bukan hanya bikin bingung, tapi juga berdampak pada kesejahteraan emosionalnya seumur hidup.

Kenapa Pengalaman Pelecehan Seksual Bisa Dilupakan atau Dipendam? 

Dilansir dari Mayo Clinic, penting bagi orang tua untuk memberikan pendidikan seks pada anak sejak dini. Orang tua harus memberikan informasi bahwa tidak ada orang yang boleh menyentuh bagian sensitifnya. Dari cerita Luna, kita bisa tahu kalau kurangnya informasi bisa berdampak besar; orang tua sudah memberikan pengetahuan bahwa tidak boleh disentuh, tetapi ada batasan yang kurang jelas. Dalam kasus Luna, dia membiarkan pamannya menyentuhnya karena dia kenal. Padahal yang tepat adalah tidak ada yang boleh memegang kecuali dirinya sendiri.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman yang menyeluruh tentang batasan pribadi. Ketika batasan pribadi kita dilanggar, otak kita bisa bereaksi dengan cara yang unik. Menurut penelitian dari Northwestern Medicine, ingatan tentang pengalaman buruk bisa muncul kembali tanpa diundang, seperti puzzle yang kehilangan beberapa potongan. Pernahkah kamu merasakannya?

Mungkin ada rasa tidak nyaman yang muncul. Semakin kamu berusaha untuk melupakan, ingatan itu justru semakin sering muncul. Bayangkan seperti bola yang kamu tekan di dalam air—semakin keras kamu tekan, semakin bola itu melawan untuk muncul ke permukaan. Seperti Luna, yang tiba-tiba teringat kembali pada kejadian yang membuatnya terluka, menunjukkan bahwa meskipun ingatan itu tersembunyi, dampaknya tetap terasa.

Di sini, juga ada kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi jika seseorang berbagi pengalaman mereka. Korban sering disalahkan atas apa yang terjadi pada mereka. Dalam kasus Luna, dia takut hubungan keluarganya akan menjadi berantakan jika dia berbicara tentang pengalamannya.  Ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Bessel van der Kolk dalam bukunya, The Body Keeps the Score, bagaimana trauma tidak hanya mempengaruhi ingatan, tetapi juga bisa membuat seseorang merasa terisolasi dan tidak berdaya ketika menghadapi konsekuensi dari berbicara.

Setelah menyadari trauma, langkah selanjutnya apa?

Kamu mungkin merasa sulit untuk menerima bahwa apa yang kamu alami itu menyakitkan. Namun, mengakui perasaan itu adalah langkah pertama yang sangat penting. Mungkin sulit untuk menerima semua emosi yang muncul, seperti rasa marah. Ini adalah bagian dari proses penyembuhan yang tidak bisa dihindari. Misalnya, mungkin ada perasaan marah pada diri sendiri karena tidak dapat mencegah kejadian tersebut. Namun, penting untuk memberi izin pada diri sendiri. Rasakan emosi ini sebagai langkah awal untuk sembuh. 

Penting untuk memproses pengalaman ini dengan bantuan profesional. Menurut Bessel van der Kolk dalam bukunya, The Body Keeps the Score, terapi trauma dapat meningkatkan kesehatan mental dan emosional. Trauma, terutama yang terkait dengan pelecehan, bisa punya dampak jangka panjang yang dalam. Psikolog bisa bantu kita memahami pengalaman itu dan memberikan tempat yang nyaman untuk berbagi. Dalam suasana yang mendukung, kita bisa mulai memahami dan menerima apa yang terjadi.

Selanjutnya, berbaik hati pada diri sendiri adalah langkah yang tidak kalah penting. Sering kali, kita terjebak dalam perasaan menyalahkan diri sendiri, mempertanyakan mengapa hal ini harus terjadi. Ingatlah, kita semua memiliki keterbatasan dalam pemahaman pada saat itu. Oleh karena itu, berikan diri kita sedikit kasih sayang dan pengertian. Misalnya, saat perasaan menyalahkan muncul, coba tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa aku pelajari dari pengalaman ini?” Proses penyembuhan ini membutuhkan waktu, dan kita berhak untuk merasakannya.

Jika kamu merasa punya pengalaman yang serupa dengan Luna dan ingin memproses trauma yang kamu alami, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengambil langkah. Ingat, kamu tidak sendirian—bantuan tersedia untukmu. Berikut adalah beberapa layanan yang siap mendukungmu dalam perjalanan pemulihan:

  • UPT PPA Yogyakarta (Hotline: 0811-2857-799)
  • Rifka Annisa (Hotline: 0812-2535-3533)
  • Sapda (untuk teman-teman dengan disabilitas) (Hotline: 0813-9266-9448)

Pesan dari LunaIngatlah, jika kamu merasa ada yang aneh atau tidak nyaman, beranilah untuk bilang tidak dan marah. Tidak ada yang salah dengan mengungkapkan perasaanmu. Suaramu penting, dan tidak ada yang berhak mengabaikannya. (thalia)

REFERENSI

B. A. (2014). The Body Keeps the Score: Brain, Mind, and Body in the Healing of Trauma. Penguin Books.

Neff, K. D. (2011). Self-Compassion: The Proven Power of Being Kind to Yourself. HarperCollins.van der Kolk,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *