Islam Mendukung Pendidikan Seks

Islam agama yang sangat menghargai
kehidupan, membenci sesuatu yang merusak kesehatan. Islam sangat
menghargai kesehatan seksual, termasuk kenikmatan seks yang dimiliki
setiap manusia. Demikian antara lain pokok pikiran yang disampaikan
Profesor Ahmad R.A. Rapb, MD, PHD, guru besar Kesehatan Reproduksi
Universitas Al-Azhar Kairo, dalam sesi Pendidikan Sex dan HIV/AIDS
(7/12).

Pendidikan seks, dilihat dari cara
pandang Afrika Utara dan Timur Tengah, sungguh sangat penting
posisinya. Keyakinan umum menunjukkan kesehatan reproduksi dan
seskual yang tidak terpenuhi memiliki kaitan erat dengan peningkatan
transmisi HIV dan AIDS. Di Afrika Utara dan Timur Tengah, sebenarnya
perkembangan HIV cukup besar. Sayangnya, lembaga-lembaga
internasional ternyata hanya sibuk menghitungkan angka. “Di wilayah
ini catatan angkanya sangat rendah, hanya 1.2, sehingga tidak menjadi
prioritas,” katanya.

Persoalan akurasi data HIV dan AIDS
agaknya menjadi persoalan yang hampir merata di berbagai negara.
Meskipun banyak pihak memiliki dengan angka ini, tetapi belum
ditemukan kata sepakat dalam strategi pengumpulan datanya. Setiap
lembaga yang mendanai program-program HIV dan AIDS, sepertinya
memiliki angaka sendiri, sesuai dengan kepentingan mereka
masing-masing. Dengan angka, kita sebagiannya akan bisa mengukur
seberapa besar dampak pencegahan HIV dan AIDS jika dikembangkan
pendidikan kesehatan reproduksi.

Dengan dukungan data, kuantitatif
maupun kualitatif, bisa dikembangkan kerangka pendidikan seks ini.
Menurut Ahmad, memberikan pendidikann seks dalam komunitas Islam
memiliki banyak peluang. Hanya saja bagaimana mengelolanya sehingga
tidak bertentangan secara langsung dengan doktrin-doktrin Islam.
Misalnya, bagaimanapun Islam tetap melarang hubungan seks sebelum
perkawainan. Muhammad itu sangat menghargai hak seksual. Laki-laki
dan perempuan memiliki hak seksual yang sama. “Ini prinsip yang
bisa menjadi peluang,” katanya.

Ahmad juga menyampaikan dua tradisi
perkawinan dalam Islam, yang menurutnya, memiliki potensi sebagai
penyebab terjadinya penyebaran HIV. Perkawinan sirri dan perkawinan
mut’ah sangat rentan menjadi medium transmisi virus. Untuk yang
pertama, susah dihapuskan karena tidak pernah ada larangan setelah
disyariatkan. Kalau perkawinan mut’ah, meski pernah dibolehkan,
tetapi kemudian dilarang. “Masih banyak perdebatan soal ini,”
ujarnya.

Selain itu, Ahmad mengisyaratkan
bahayanya perkawinan paksa yang memiliki dampak cukup besar dalam
penyebaran HIV/AIDS dan infeksi menuluar seksual. Karenanya berbagai
usaha harus dilakukan untuk menghapuskan praktek perkawinan paksa
ini. “Termasuk juga perkawinan dini,” katanya.

Dr. Sarah Onyago, Direktur Regional
Planned Parenthood of America
, yang berbicara kemudian,
menguatkan pentingnya pelaksanaan pendidikan seks di sekolah. Hanya
saja, jika hendak menyampaikan pendidikan seks harus bersifat
komprehensif, tidak terpecah-pecah. “Jangan pendidikan seks hanya
membicarakan, tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah,”
katanya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *