idang Umum PBB mengesahkan rekomendasi Konferensi
Dunia Kementerian Pemuda (Lisbon, 8-12 Agustus 1998), untuk
mendeklarasikan tanggal 12 Agustus sebagai Hari Remaja Internasional (International Youth Day). Banyak rangkaian agenda yang dikembangkan untuk memperingati hari remaja ini. Sebut misalnya, Indonesian
Youth Partnership mengadakan workshop ’Youth Speak Up, Youth
Advocate!’. Saarnya orang muda berbicara dan berperan dalam advokasi
untuk mewujudkan hak-haknya sebagai remaja dan membebaskan remaja dari
berbagai problem sosial.
Peningkatan
kasus HIV dan AIDS di kalangan remaja merupakan salah satu problem
yangb dihadapi remaja. Data dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, sampai 30 Juni 2008 jumlah orang terinfeksi HIV dan
berstatus AIDS mencapai angkia 12.686, 3.02 persennya kelompok usia
15-19 tahun dan 54,77 persennya kelompok usia 20-29 tahun.
Maka tepat manakala disebut sebagai kelompok
potensial, dalam kerentanan tertular maupun menjadi aktor perubahan.
Kerentanan menjadi cukup luas, karena berkaitan dengan berbagai persoalan
sosial, perkembangan media informasi, krisis ekonomi, politik, dan
maraknya peredaran narkoba. Informasi kesehatan reproduksi, lebih dari
50% memperoleh informasi dari teman dan banyak menyesatkan. Remaja
cenderung enggan bertanya kepada orangtua dan guru mengenai kespro,
karena budaya menganggap tabu. “Remaja mencari sendiri informasi
seputar kespro,” kata Dr. Susilowati dari CHPSC (Center for Health Policy and Social Change), ketika menjadi narasumber dalam workshop.
Susilowati
juga mengkritik keterbatasan akses remaja memperoleh informasi kespro
yang benar. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1992, akses alat
kontrasepsi hanya diperbolehkan bagi mereka yang sudah menikah.
Sementara Undang-undang No.23 Tahun 1992, menyatakan aborsi perbuatan
kriminal. Apakah pemerintah sudah membuat peraturan yang memberi
perlindungan hak kesehatan reproduksi remaja? Beberapa instansi terkait
seperti BKKBN, Departeman Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Agama, dan Departemen Sosial sudah memiliki program
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). “Semuanya masih sebatas pemberian
informasi, sedangkan layanan masih sangat minim,” ujarnya.
Umi
Hariyadi dari BKKBN memaparkan, BKKBNmemiliki program kespro remaja
cukup lama. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1992, BKKBN mencanangkan
program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Ada empat program
pokok BKKBN, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Ketahanan dan
Pemberdayaan Keluarga, dan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Untuk
remaja, memiliki program Kerangka Tegar Remaja, dengan sasaran remaja
yang mampu menjadi remaja berkualitas. Dikembangkan juga Triad KRR
(Seksualitas, HIV dan AIDS, dan NAPZA) sebagai faktor risiko bagi
remaja. BKKBN juga berjejaring dengan instansi pemerintah dan Lembaga
Swadaya Masyarakat. Misalnya, di beberapa sekolah lanjutan atas di
Yogyakarta sudah memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi ke dalam
kurikulum sekolah. “Hasilnya cukup signifikan. Dengan pendidikan kespro
di sekolah, perilaku siswa mengalami perubahan ke arah yang lebih
baik,” kata Umi.