Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS di Propinsi DIY hendaknya melibatkan komunitas sejak dari awal
perumusannya. Hal ini terungkap dalam pertemuan Analisis Draft Raperda
Penangggulangan HIV dan AIDS yang diikuti berbagai Organisasi Berbasis
Komunitas yang diadakan di PKBI DIY, Kamis (10/02). ”Pembahasan raperda ini sudah cukup lama diadakan
tetapi selama ini tidak pernah melibatkan komunitas. Padahal nantinya komunitas
yang akan terkena dampak langsung bila raperda ini disahkan menjadi perda,”
kata salah seorang peserta dari komunitas yang enggan disebutkan identitasnya.
Pada tahun ini, pembahasan Raperda akan
dilakukan pada 14 April yang diikuti instansi pemerintah dan hanya dua NGO yang
dilibatkan, sementara komunitas tidak dilibatkan dalam forum ini. Menurut
Novan, ada informasi setelah pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan
pelibatan LSM dan Komunitas, tetapi dirinya melihat tidak akan memadai. “PKBI
bersikukuh untuk tetap melibatkan komunitas sejak awal pertemuan,’ ungkap
Novan, konselor VCT PKBI di sela-sela pertemuan.
Sementara itu, Rully dari Eben Ezer sebuah CBO di
Yogyakarta, keterlibatan ini penting, sehingga komunitas bisa mengetahui sejak
awal dan akan bermanfaat bagi ODHA sendiri maupun mereka yang peduli. ‘Selama
ini komunitas adalah segmen yang menjadi obyek aturan. Kalau sejak awal
mengetahui tentang raperda ini, keadaan akan menjadi lebih baik,’ kata Rully.
Berdasarkan pengalaman Rully, yang pernah merawat
teman ODHA-nya yang sudah meninggal dunia, tidak ada kejelasan mengenai
penanganan setelah seseorang divonis terinfeksi HIV positif.
Beberapa pasal dalam Raperda
dinilai masih memojokkan komunitas. Pasal yang membedakan antara kelompok
rentan dan kelompok rawan akan semakin menguatkan stigma yang selama ini telah
melekat pada kelompok tertentu. Padahal setiap orang mempunyai potensi yang
sama untuk dapat terinfeksi HIV.
Desi