Pendekatan Berdasarkan Perubahan Perilaku Remaja

Pendekatan Berdasarkan Perubahan Perilaku Remaja

Perilaku remaja

Inti utama dari pendekatan Perubahan Perilaku adalah bahwa pendekatan ini mengakui bahwa pemberian informasi ke masyarakat tidaklah cukup untuk mengubah perilaku, misalnya melalui belajar. Orang harus mempunyai pengetahuan sebagai prasyarat, tetapi harus mempunyai sikap positif terhadap perilaku yang baik untuk kesehatan (pantang seks, menunda hubungan seksual atau melakukan seks aman), dan bila menghadapi pengaruh sosial negatif, haruslah memiliki keterampilan asertif untuk tetap pada pendirian sendiri dan akhirnya harus memiliki keterampilan untuk menjalankan perilakunya (misalnya keterampilan mengatakan tidak, atau membeli, membawa, negosiasi dan menggunakan kondom) dalam praktiknya.  Hanya dengan cara itulah orang dapat diharapkan berperilaku sehat, misalnya tergantung dari keputusan pribadi untuk pantang seks atau menunda hubungan seks atau menggunakan kondom ataupun melakukan hubungan seksual tanpa paksaan setelah aktif seksual.

Pendekatan Perubahan Perilaku dimulai dengan analisis situasi untuk mendefinisikan masalah kesehatan seksual dan reproduksi (misalnya kehamilan remaja, HIV, pelecehan seksual dan prevalensi dari masalah itu dari setiap kelompok sasaran misalnya anak perempuan, anak laki-laki, remaja pedesaan, dsb) serta penyebab dan pencegah dari setiap masalah kesehatan seksual dan reproduksi untuk setiap kelompok sasaran ditentukan per kelompok sasaran (misalnya pantang seks, menunda hubungan seksual, hubungan seksual yang aman dan tanpa paksaan).

Faktor lingkungan yang menghalangi perilaku sehat juga harus diperhitungkan misalnya kurangnya akses terhadap kondom, kontrasepsi, pelayanan kesehatan seksual, norma sosial di masyarakat yang tidak mengakui seksualitas kaum muda; tidak adanya kebijakan yang mendukung perilaku sehat dan mencegah dari masalah kesehatan serta pelecehan seksual dan masalah lingkungan lainnya seperti seorang remaja perempuan yang berjalan sendirian dari sekolah di pedalaman yang gelap gulita dsb.

Perilaku dan faktor penentunya merupakan tujuan utama dan khusus dari pendidikan seksualitas, di mana faktor lingkungan merupakan tujuan utama dan khusus dari intervensi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung.

Faktor penentu dari setiap perilaku itu (misalnya A, B, C dan D) adalah pengetahuan sebagai prasyarat dan sikap, pengaruh sosial dan keterampilan terkait ke setiap perilaku; percaya diri merupakan keterampilan yang sangat penting, artinya harus percaya dengan keterampilan sendiri, sehingga keterampilan itu dapat diasah dengan baik dan mengaplikasikannya haruslah terinternalisasi sebagai hal nyata yang harus dilakukan.

Faktor penentu ini mewakili tujuan khusus dari pendidikan seksualitas, di mana remajadidukung untuk memiliki:

  1. Pengetahuan yang lengkap;
  2. Sikap yang tepat;
  3. Kesadaran dari pengaruh sosial yang mendukung dan mampu asertif dalam menghadapi pengaruh sosial negatif (misalnya tekanan teman sebaya, norma sosial negatif);
  4. Keterampilan untuk mengaplikasikan perilaku sehat dalam keseharian (misalnya keterampilan untuk menolak dan negosiasi serta membeli, membawa dan menggunakan kondom).

Pendidikan seksualitas dapat membantu remajaagar mempunyai keinginan sendiri untuk berperilaku sehat.  Pada titik ini, hentikan dampak dari pendidikan seksualitas, yang harus dievaluasi untuk merealisasikan tujuan khusus ini.

Keinginan ini dapat dilakukan dalam praktik jika tidak ada hambatan seperti akses terhadap kondom dan jika keterampilan digunakan dengan tepat pada waktu yang tepat pula. Dengan pendidikan seksualitas, perubahan perilaku dapat diharapkan di mana aplikasi dari perilaku itu akan terjadi jauh sesudah pendidikan seksualitas.

Jika perilaku sebagai tujuan utama dari pendidikan seksualitas dan faktor penentunya sebagai tujuan khusus sudah jelas maka pelajaran ini dapat dibagi dengan stakeholder lain, remajadan guru untuk mendapatkan masukan mereka sejak awal pengembangan intervensi ini.

Kelompok kerja yang terdiri dari guru dan siswa dapat memberikan masukan penting dalam memilih metode pembelajaran paling tepat untuk mewujudkan tujuan khusus ini dan mengembangkan semua instruksi dan isinya, memilih bahasa yang akan digunakan, kata-kata, contoh, desain dsb.  Dalam hal ini, intervensi akan sangat menarik dan meyakinkan untuk siswa dan mudah digunakan untuk guru.  Versi kasar dari intervensi dapat diujicobakan oleh guru yang terlatih di beberapa kelas uji coba dan diadaptasi dengan komitmen dari Badan Pengurus pemilik sekolah menjadi versi yang lebih dapat diimplementasikan ke skala yang lebih luas. Selama pengembangan intervensi dan/atau selama uji coba dan pelaksanaan, intervensi dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung.

Hal itu menunjukkan bahwa faktor penentu perilaku merupakan tujuan khusus dari pendidikan seksualitas dan juga menekankan bahwa hak seksual dan reproduksi, termasuk kesetaraan gender, telah terintegrasi secara sistematis ke semua pelajaran. Akhirnya, terlihatlah bahwa metode pembelajaran dari setiap tujuan khusus harus dipilih, misalnya keterampilan atau sikap tidak dapat diajarkan tapi membutuhkan metode bermain peran, dan diskusi.

Melihat dari sudut pandang Perubahan Perilaku, pendidikan seksualitas lebih dari hanya memberikan informasi mengenai hal-hal biologis. Definisi dari Siecus memenuhi pendekatan ini yakni; “sikap dan keterampilan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan, di mana seksualitas dilihat dari konteks kualitas hidup yang lebih luas.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *