PERNYATAAN SIKAP
TES KEPERAWANAN BAGI SISWI MELANGGAR HAK REMAJA DAN SAMA SEKALI BUKAN SOLUSI
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI DIY)
Wacana yang dilontarkan oleh Anggota Komisi IV DPRD Jambi, Sdr. Bambang Bayu Suseno, mengenai perlunya tes keperawanan dalam proses penerimaan siswa baru di tingkat SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks terkait remaja dan seksualitas mereka.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI DIY) memandang bahwa wacana tersebut merupakan cara yang tidak manusiawi untuk mengontrol tubuh remaja.
Pernyataan Sdr. Bambang Bayu Suseno mengenai maraknya remaja yang sudah seksual aktif karena kurangnya pengawasan orang tua dan minimnya pendidikan agama tidak berkorelasi dengan wacana tes keperawanan yang ia gulirkan. Tes keperawanan berarti akan menimpakan kesalahan dan tanggung jawab kembali kepada korban, bukan kepada orang tua atau penyelenggara pendidikan.
Apapun cara yang hendak ditempuh, melalui tes fisik ataupun konseling
, informasi mengenai perawan atau tidaknya seorang calon siswa tidak serta merta akan mempengaruhi perubahan akhlak pada siswa seperti yang diharapkan oleh Sdr. Bambang Bayu Suseno.
Lebih lanjut, wacana tes keperawanan pada calon siswi-siswa ini diproyeksikan dapat memberikan sekian konsekwensi yang dapat melanggar Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 I dan Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 2(a), yang mengamanatkan penghapusan diskriminasi dan jaminan akan pendidikan yang menjadi hak bagi semua anak bangsa yang harus dipenuhi oleh Negara, sehingga wacana ini akan inkonstitusi jika dirumuskan menjadi suatu kebijakan di negeri ini. Tes tersebut tidak memberikan penghormatan dan penghargaan pada hak privasi setiap individu. Apalagi jika dikaitkan dengan remaja korban pelecehan dan kekerasan seksual, tes tersebut mungkin dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
PKBI DIY melihat remaja sebagai bagian masyarakat yang memiliki hak, termasuk dalam reproduksi dan seksualitas mereka. Penyediaan informasi yang tepat mengenai seksualitas untuk remaja justru menjadi kunci untuk mengenalkan pada remaja tentang seksualitasnya yang akan membangun kesadaran dan pemahaman pada diri remaja untuk dapat memilih perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Solusinya adalah dengan memasukan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual dalam kurikulum sekolah. Riset terbaru menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang komprehensif tidak mengindikasikan indikasi bahwa hal tersebut meningkatkan level hubungan seks (ScienceDaily, 2008).
Kami menghimbau kepada Sdr. Bambang Bayu Suseno, dan anggota parlemen di segala tingkatan dan di semua daerah, untuk berpikir lebih kritis mengenai permasalahan seksualitas remaja dengan tidak menempatkan mereka hanya sebagai objek dengan dalih penerus pembangunan bangsa. Kami juga meminta Sdr. Bambang Bayu Suseno untuk mencabut pernyataannya dan meminta kepada seluruh elemen masyarakat, terutama anggota dewan dan poemerintah di manapun berada, untuk tidak mengembangkan wacana apalagi berniat mengimplementasikan tes keperawanan menjadi kebijakan.
Yogyakarta, 8 Oktober 2010
Maesur Zaky
PJS Dirpelda PKBI DIY