Hak Cuti Haid
Hak Cuti Haid
Ilustrasi Hak Cuti Haid

Haid atau menstruasi merupakan hal yang wajar terjadi setiap bulannya atau rutin disetiap periodenya. Seringkali perempuan merasakan nyeri pada hari pertama hingga hari kedua saat menstruasi. Rasa nyeri itu terjadi pada perut bagian bawah atau rasa sakit pada bagian punggung bawah. Rasa sakit ini dapat hilang dengan sendirinya setelah beberapa jam atau setelah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit. Nyeri ini disebut dismenore.

Pada saat terkena dismenore ini, seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari seperti sedang bekerja atau belajar. Walaupun mengalami rasa nyeri perempuan tetap memaksakan diri untuk tetap beraktivitas. Bagi perempuan yang bekerja tentunya dismenore ini sangatlah menggangu aktivitasnya, mulai dari tidak konsentrasi, cepat merasa lelah bahkan mual hingga pingsan. Belum lagi adanya tekanan dari pimpinan seperti terkena tegur apabila pekerjaan tidak segera diselesaikan.

Padahal sebagai tenaga kerja perempuan, mereka memiliki hak cuti haid untuk diperoleh. Hak cuti haid tersebut diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 81 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Dapat diartikan bahwa pada setiap bulannya perempuan memiliki jatah cuti dua hari dalam sebulan. Namun dengan catatan merasakan sakit pada saat haid hari pertama dan kedua. Mirisnya, cuti haid ini belum secara maksimal diimplemtasikan. Hingga UU Ketenagakerjaan berlaku saat ini, pembahasan cuti haid masih dianggap tabu pula oleh beberapa pihak yang menjadikan cuti haid tidak sepenting cuti hamil.

Peraturan mengenai cuti haid ini seharusnya secara tegas tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mengikat antara pihak pengusaha dan pekerja. Aturan tersebut tertuang dalam UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 81 ayat (2) yang menyebutkan bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Apabila perusahaan tidak mencantukan cuti haid dalam perjanjian kerja, maka perihal mengenai cuti haid dikembalikan pada UU Ketenagakerjaan. Selain itu, perusahaan tidak dibenarkan untuk melampirkan surat dokter atau hingga melakukan tes fisik yang memeriksa ranah tubuh perempuan. Adanya celah dalam UU Ketenagakerjaan dijadikan kesempatan bagi perusahaan untuk mempersulit para pekerja perempuan dalam upaya mendapatkan haknya.

UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) huruf b menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja atau buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Jelaslah bahwa tidak dibenarkan adanya pemotongan upah karena tidak masuk kerja atau pemotongan jatah cuti tahunan.

Sudah selayaknya kini perusahaan untuk melakukan pemenuhan hak dasar bagi perempuan yang salah satunya cuti haid. Pemberian cuti haid ini merupakan bagian dari rasa kemanusiaan. Cuti haid sepatutnya dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan. Perusahaan tidak harus mengukur secara komersil keuntungan dan kerugian atas pemberian cuti haid tersebut. Apabila perusahaan tidak melaksanakan cuti haid, maka akan dikenakan sanksi pidana penjara hingga denda.

Banyaknya pekerja perempuan di sektor rendah tidak mengetahui hak-hak apa saja yang seharusnya mereka peroleh. Diperlukan suatu langkah sinergis untuk memberikan pengetahuan bagi para pekerja mengenai hak-kewajibannya, pengaduan apabila terjadi perselisihan baik dari pemerintah atau lembaga-lembaga swasta lainnya.

Oleh: Isnaeni Nur Fatima

One thought on “Antara Nyeri Haid, Masuk Kerja Dan Hak Cuti Haid”
  1. Selamat siang

    Ada yang saya mau tanyakan terkait artiket ini, bagaimana kaitannya dengan pasal 84 karena di pasal 84 tidak mencantumkan bahwa wanita yang menggunakan hak istirahat karena masa haid (pasal 81) berhak mendapat upah penuh?
    Yang mendapatkan upah penuh hanya pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, pasal 80, dan pasal 82.
    Terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *