Genderang perang penolakan kenaikan BBM terus mengalir. Sebuah kebijakan pemerintah yang dinilai akan mengakibatkan proses pemiskinan luar biasa bagi kelompok ekonomi lemah. Program yang akan menjadikan ketiadagunaan bagi program-program kemanusiaan pemerintah yang lain. Bagaimana tidak, di satu sisi pemerintah meluncurkan berbagai program layanan kesehatan bagi kelompok miskin melalui Askeskin maupun Jamkesmas yang akan dikelola oleh Departemen Kesehatan, dan BOS yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Tetapi di sisi lain, BBM dinaikkan sedemikian rupa, sehingga daya beli masyarakat menurun akibat membumbungnya harga-harga barang kebutuhan pokok. Di sisi yang lain lagi, ketika melihat, bagaimana operator telepon seluler berlomba-lomba menurunkan tarif yang alang kepalang gila-gilaannya.

Fakta-fakta ini sungguh sedang menunjukkan kekacauan manajemen pemerintahan kali ini. Ini bukan soal keterkaitan dengan Pemilu 2009, sehingga muncul banyak asumsi, lahirnya berbagai kebijakan yang tidak populis ini mereka pertarungan berbagai kepentingan politik, saling sikut, saling jungkal menjungkalkan. Sama sekali kita tidak tertarik untuk masuk dalam wilayah saling banting ini.

Kita sedang mempersoalkan betapa sia-sianya berbagai kebijakan pemerintah yang populis, dan akan hancur dengan kebijakan kenaikan BBM. Sebuah kebutuhan pokok yang akan secara otomatis mengatrol harga-harga yang lain. Kita sedang mempertanyakan, bagaimana sesungguhnya negara ini sedang dikelola oleh para elit penguasa, sehingga karut-marut operasionalnya begitu mencolok mata. Begitu menyengsarakan kaum miskin yang sudah disengsarakan ini.

Kebangkrutan kepercayaan rakyat sedang akan muncul dan menghentak. Kaum miskin sudah terlalu dipersulit oleh negara, dan kini harus dipersulit karena dipaksa untuk selalu memahami kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para penguasa. Kita sedang kehilangan hak untuk dipahami oleh negara, tetawi terus menerus diwajibkan untuk memahami.

Kita yang ada dalam lingkar gerakan penanggukangan HIV dan AIDS sungguh sangat prihatin. Menurunnya daya beli mereka yang terinfeksi HIV bukan soal yang sederhana. Asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan untuk mempertahankan stamina tubuh yang harus terus menerus dijaga, akan tidak mampu lagi dipenuhi. Masuknya fase HIV ke fase AIDS sudah akan semakin pendek jaraknya. Jika ini yang terjadi, kebangkrutan ekonomi akan menjadi buah ranum yang harus dipanen oleh negara.

Maka, teriakan penolakan kenaikan BBM sudah seharusnya didengarkan. Otoritas legislatif sudah saatnya untuk tampil, dan dengan kebersihan hati untuk kembali memperjuangkan kepentingan rakyat yang katanya diwakili. Meski badan legeslatif ini sedang diguncang oleh berbagai isu suap dan korupsi, tetapi perhatian terhadap kepentingan rakyat harus tetap menjadi prioritas. Tidak terlupakan hanya karena sedang melakukan penyucian diri.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *