Pada masa remaja, kebanyakan orang berada dalam proses mempertanyakan siapa dirinya, beberapa bertanya-tanya mengenai orientasi seksualnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak membuat kesimpulan terburu-buru untuk menilai seseorang homoseksual atau heteroseksual. Jika ada seseorang yang mengatakan, “sepertinya aku gay/ lesbian,” ada baiknya kita menanyakan dulu apa yang ia ketahui mengenai homoseksualitas dan mengapa ia berpikiran seperti itu. Terkadang dijumpai remaja laki-laki yang merasa dirinya gay karena mereka merasa tidak atletis, mudah menangis, atau pernah terlibat dalam eksperimen seksual dengan teman laki-laki lain. Ada juga remaja perempuan yang merasa dirinya lesbian karena tidak suka berdandan, lebih menyukai sepak bola, atau merasa tertarik dengan teman perempuan lainnya. Maskulinitas dan feminitas tidak selalu berhubungan dengan orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual juga tidak ditentukan oleh pengalaman seksual sesaat, tapi oleh perilaku seksual yang konsisten.
Kebanyakan kita (guru, orang tua, teman, atau saudara) tidak siap ketika mendengar seseorang mengaku homoseksual atau biseksual. Bahkan bagi mereka yang merasa dirinya terbuka, mengetahui banyak hal, dan bisa menerima pun pada awalnya biasanya mengalami penolakan-penolakan. Cobalah untuk menyimpan pikiran kita untuk diri kita sendiri. Remaja yang baru saja mengambil resiko besar dengan mengakui orientasi seksualnya pada kita, menandakan keyakinan dan kepercayaannya kepada kita karena ia mungkin saja sudah mengetahui bagaimana reaksi masyarakat umum terhadap homoseksual atau biseksual. Tidak ada salahnya memberi waktu bagi diri kita sendiri untuk memberikan respon terbaik. Keputusan untuk menerima mereka sama beratnya dengan keputusan mereka atas dirinya sendiri.
Cari Informasi
Kita telah dikondisikan untuk memandang homoseksualitas dalam pandangan yang negatif melalui sterotipe bahwa laki-laki gay lemah gemulai, lesbian berambut pendek dan membenci laki-laki. Juga melalui mitos: semua laki-laki gay positif HIV dan paedofili, homoseksual adalah orang yang bermasalah dan tidak bahagia. Remaja homoseksual juga mempelajari kata-kata itu, mungkin jauh sebelum mereka menemukan orientasi seksualnya. Inilah alasan mengapa mereka kesulitan membentuk gambaran positif atas diri mereka sendiri. Menjadi minoritas selalu tidak mudah, Misalnya remaja Kristen di tengah teman-temannya yang Muslim atau remaja keturunan Tionghoa di tengah teman-temannya yang Jawa. Saat mereka yang juga minoritas ini mengalami prasangka, mereka bisa pulang ke rumah dan mungkin menemukan kenyamanan dan dukungan, karena keluarga mereka biasanya juga termasuk dalam minoritas yang sama. Atau remaja yang kutu buku di tengah teman-temannya yang lebih senang pergi ke mall, mereka bisa dengan mudah menemukan komunitas pecinta buku. Hal yang berbeda dialami oleh remaja homoseksual. Mereka biasanya besar dalam keluarga heteroseksual, dan sulit menemukan komunitas yang sama. Dengan mengakui orientasi seksual mereka, mereka beresiko kehilangan kasih sayang dari keluarga dan teman-teman. Kita bisa mencari informasi sebanyak mungkin mengenai homoseksualitas. Misalnya dengan membaca sebanyak mungkin informasi mengenai homoseksualitas dari sisi psikologis atau menghubungi organisasi yang peduli dengan isu tersebut.
Memberikan Bantuan
Jika kita menemukan teman atau saudara kita mengalami kekerasan karena orientasi seksual mereka, kita bisa membantu mereka menemukan jalan keluar dari masalahnya. Beberapa kantor lembaga bantuan hukum atau organisasi yang peduli dengan isu tersebut, bisa kita hubungi. Bagaimanapun, kekerasan terhadap homoseksual, baik fisik, psikis, maupun seksual, sama halnya dengan kekerasan yang dialami oleh heteroseksual, artinya tindakan kekerasan tersebut sudah melanggar hukum yang ada. Negara melalui undang-undangnya telah menjamin setiap warga negaranya untuk mendapat perlindungan hukum, tanpa ada perbedaan.