Pengetahuan masyarakat, terutama di wilayah pedesaan, akan kesehatan reproduksi masih rendah, selain karena terbatasnya informasi yang terssedia, juga masih tingginya tabu-tabu yang berakar pada budaya. Community Organizer (CO) yang bekerja di 30 desa se Provinsi DIY, diharapkan mampu memecahkan problem-problem komunikasi dan informasi ini. CO akan mengambil peran penyediaan informasi dan menumbuhkan mekanisme komunikasi kreatif di tengah-tengah masyarakat. Demikian, gagasan yang berkembang dalam orientasi para CO, 25-26 April 2008 lalu di Kantor PKBI, Badran.
Program CO Komunitas Desa sudah berjalan selama enam bulan. Pada tiga bulan pertama melakukan baseline survey sebagai pijakan pengembangan program di kalangan Pasangan Usia Subur (PUS) dan Remaja Desa. Dari hasil tersebut diketahui, pemahaman kespro rendah, memandang sebagai tabu, tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. “Kita perlu mereduksi stigma dan diskriminasi ,’ tutur Tina, Koordinator Program Pengembangan Komunitas Desa PKBI DIY, di sela-sela acara.
Pelatihan ini bukan hanya meningkatkan kualitas kerja CO dalam memberikan informasi kepada masyarakat desa, tetapi lebih dari itu mendorong CO untuk menjadi intelektual organik. Menurut Mukhotib MD, dengan menjadi intelektual organik, akan terbangun paradigma gerakan sosial kritis, dan bersama masyarakat dapat menganalisis struktur sosial, ekonomi, ataupun politik yang tidak adil dan menindas. “Gerakan semacam ini, tidak hanya sampai pada perubahan perilaku, tetapi memiliki kesadaran kritis untuk mengubah struktur yang menindas,” katanya.