Isu remaja secara spesifik menjadi pembahasan pada hari kedua Konferensi Internasional Managemen Kesehatan Reproduksi, 7 Mei 2008), dalam sesi Investing in the Largest Group of Population: The Youth. Empat remaja dari 4 negara mendapatkan kesempatan untuk menceritakan pengalaman organisasi mereka yang berkaitan dengan remaja, masing-masing Lingga Tri Utama dari PKBI DIY (Indonesia), Mark Chito Telesforo L. Jr., MD dari VPHCSI (Filipina), Kumar Sanjay dari Pathfinder International (India) dan DR. Mohamed Afifi dari Takamol Project (Mesir).
Menurut mereka permasalahan utama kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja, berada dalam ruang kurangnya akses informasi. Keadaan ini membawa dampak buruk bagi kehidupan remaja, yang juga turut menentukan masa depan mereka. Sayangnya, lingkungan sosial justru memperkuat terhalangnya akses informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja. Kasus di India, 16% dari remaja perempuan berusia 15-19 tahun telah memiliki bayi yang disebabkan pernikahan di usia muda (rata-rata 16 tahun). Nilai-nilai tradisional di India terus melegalkan keadaan ini dan berdampak pada buruknya sistem perencanaan keluarga para pasangan muda.
Konsep pendidik sebaya (peer educator) masih menjadi kunci utama dari upaya menyebarkan informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi di kalangan remaja seperti yang dilakukan VPHCSI, PKBI DIY, dan Takamol Project.
Selain itu, upaya-upaya lain juga dikembangkan, advokasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual agar masuk dalam kurikulum sekolah, seperti yang sedang diperjuangkan PKBI DIY, dan proses dialog dan negosiasi dengan instansi atau tokoh masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Takamol Project yang mencoba bernegosiasi dengan tokoh-tokoh agama yang memang memiliki posisi penting di Mesir.
“Memang tidak semua tokoh agama mendukung program kami, karena masalah kesehatan reproduksi masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di Mesir. Kami mencoba mengumpulkan beberapa tokoh agama yang bersedia melakukan dialog bersama kami dengan membahas hadis yang mendukung isu ini,” kata Dina Bebawi dari Takamol Project pada sesi Poster Presentation.
Dalam sesi ini juga, beberapa lembaga lain menampilkan program mereka dalam usaha menyediakan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja. World Population Foundation bekerja sama dengan Yayasan Pelita Ilmu, misalnya, menggunakan internet sebagai media untuk menyebarkan informasi kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja sekolah. Youth Center Kisara, Bali, juga ikut menerapkan program berjudul Dunia Remajaku Seru! (DAKU) ini. Pelibatan remaja dan guru dalam menyusun modul DAKU ini menjadi kelebihan agar program lebih tepat sasaran.
Melibatkan pihak sekolah, remaja itu sendiri, dan semua komponen masyarakat adalah keharusan dalam mencapai tujuan agar remaja memiliki pemahaman yang baik, mampu bersikap positif dan bertanggung jawab berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual dapat. “Melalui proses advokasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual masuk dalam kurikulum sekolah, kami juga sebenarnya ingin mendorong munculnya kesadaran bahwa isu ini adalah bukan hanya tanggung jawab organisasi tertentu, seperti PKBI, tapi tanggung jawab semua, baik itu masyarakat, sekolah, dan tentu saja pemerintah,” ucap Lingga.
galink