Siang menjelang petang, saya asyik berbincang di teras sayap selatan gedung PKBI Pusat, Jakarta. Diskusi sangat serius dengan Bung Priya, pelaksana riset lembaga peduli kesehatan reproduksi dan seksual ini. Diselingin tawa yang menebar-lebar, perbindangan mulai merambah pada pentingnya melakukan riset apresiasi masyarakat terpinggirkan terhadap komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan dokumen International Conference on Population and Development (ICPD) yang dideklarasikan tahun 1994 di Kairo. Kenapa ini menjadi pilihan? Salah satunya, selama ini laporan-laporan yang dibuat terhadap implementasi dokumen internasional ini, lebih pada nalar yang sudah disketasakan dalam kerangka pikir para aktivis level atas. Bagaiaman rakyat kebanyakan memandang dalam kaca mata kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri?

Lalu, mengalirlah diskusi yang hangat. PKBI DIY ingin menggagas riset kecil ini, berkaitan dengan 15 tahun setelah didokumen dideklarasikan, pada tahun 2009 mendatang. Rancangan-rancangan instrumentasi risetnya digagas-gagas secara garis besar. Saya teringat Budi Wahyuni, yang dua minggu lalu, mengirim pesan pendek, menarik kalau melakukan evaluasi ICPD setelah 15 tahun berjalan. Saya yang sedang bergagas-gagas soal ini, menyambut gagasan Budi Wahyuni, dan merencanakan serius untuk melakukan riset kecil di tengah berbagai riset besar dan berbiaya besar. Tak mengapa.

Priya, berbeda lagi, selain mengiyakan gagasan ini, mengusulkan agar riset bisa dikembangkan dalam skala nasional, melibatkan PKBI di daerah yang lain. Wahhh, kalau ini benar-benar terjadi, inilah yang mungkin harus disebut, “kecil yang membesar”. Bagaimana melakukan koordinasinya, kalau harus dengan pertemuan tentu saja, “kecil yang membesar” sungguh-sungguh akan menjadi “besar” dan “mahal”.

Obrolan tersu mengalir, dan menemukan strategi diksusi melalui forum dalam internet. Banyak sofware gratis yang bisa digunakan untuk mendukung kepentingan ini. Sambil terus mengobrol membuka laptopku yang menggunakan windows original, kek, blassssh. Stress berat, laptopku mogok lagi. Pet, nggak ke mana-mana, keculia cursor berbentuk anak panah yang muncul, lainnya gelap.

Diskusi bergeser ke soal pendudukan bandara di Thailand. Plang, otakku teringat pada teman baikku, Pipin, ya, relawan PKBI DIY ini sedang menuju ke Thailand untuk mengikuti sebuah pertemuan, tepatnya semacam pelatihan mengenai ICPD bagi kalangan remaja–weach aku remaja dunk. Riset yang sedang kita gagas dan tanpa khabar dari teman remajaku yang sedang menuju Thailand. Tanganku segera meraih celullerku, jari-jari menekan huruf-huruf di atas timbol keypad. Send, sebuah pertanyaan saya kirim ke bagian HRD PKBI DIY.

Syukurlah, dalam hitungan detik, balasan pesan pesan pendekku masuk, “Pipin baik-baik saja, tidak ada masalah”. Nyesss, saya merasa tenang kembali. Saya bangga dengan teman-teman mudaku di PKBI DIY. Profesional dan memperhatikan kondisi relawan dalam situasi apapun.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *