Mengubah Opini dengan Film

Media audio-visual
dapat menjadi alat yang efektif untuk memperjuangkan hak-hak komunitas sebagai
warga negara. Melalui media ini, komunitas berusaha menyuarakan kepentingan
mereka. Hal ini terlihat pada film dokumenter yang dibuat oleh komunitas waria,
gay, remaja jalanan, dan pekerja seks. Hanya saja, seberapa jauh, efektivitas film sebagai media kampanye memang masih tetap dipersoalkan orang. Pasalnya, setiap pemirsa secara bebas sesuai dengan maind-setnya, akan membaca pesan yang sama dengan respons yang berbeda. “Tetapi itulah uniknya media film,” kata Widjanarko ES.

Film dokumenter
yang dibuat oleh komunitas menampilkan beberapa sosok baik dari komunitas itu
sendiri, masyarakat awam, dan tokoh masyarakat. Dari film tersebut terlihat
masih ada sebagian masyarakat yang berpandangan negatif dan mendiskriminasikan
komunitas. ‘Waria itu menjijikkan, menyalahi kodrat,’ atau ‘Homo itu menyimpang
dari agama,’ adalah komentar yang dilontarkan beberapa orang. Namun, ada pula
yang menerima perbedaan itu sebagai dinamika kehidupan. “Latar belakang keluarga yang kurang harmonis,
lingkungan yang tidak mendukung, kekerasan yang diterima baik dari orang dekat
maupun masyarakat, dan desakan memenuhi kebutuhan hidup menjadi faktor
seseorang terpinggirkan dalam statra sosial dan ekonomi,” kata Soepri Tjahjono,
Program Manajer Youth Center PKBI DIY.

Meski secara
teknis masih banyak kekurangan, tetapi secara keseluruhan dapat menyuarakan
kepentingan komunitas. Perlu diingat, film bisa menjadi multitafsir karena
setiap pemirsa mempunyai penafsiran yang berbeda-beda tentang sebuah film. “Perjuangan
mengubah opini publik terhadap komunitas tidak terhenti dengan dibuatnya film.
Perlu adanya komitmen dari komunitas dan pihak-pihak yang peduli untuk terus memperjuangkan
hak-hak komunitas,” ujar Widjanarka, konsultan audio-visual PKBI DIY.

Desi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *