Sudah sejak lama, gerakan sosial di Indonesia mencoba mengembangkan sayap bisnis dengan harapan bisa menjamin keberlangsungan gerakan sosial dan tidak tergantung dengan lembaga-lembaga donor secara total. Akan tetapi fakta juga membuktikan, upaya ini lebih banyak yang hancur ketimbang yang bisa berkembang. Untuk yang berkembang, pada akhirnya juga menemui ajalnya atau setidak-tidaknya perpecahan yang tajam, karena nalar kapitalisme dalam sayap bisnis yang dikembangkan oleh ORNOP, ternyata tidak hendak tunduk ke dalam nalar gerakan sosial. Demikian, antara lain, gagasan yang berkembang dalam ‘Workshop Ahli Pengembangan Media Center PKBI DIY”, pada 5 April 2008, di Kantor PKBI Badaran, Yogyakarta.
Meskipun sudah banyak kenyataan yang menunjukkan kegagalan, menurut Mukhotib MD, kalau sejak awal diatur sedemikian rupa, terutama sistem manajemen dan organisasinya, gagasan pengembangan sayap bisnis memiliki kemungkinan untuk berkembang. “Seringkali, kita hanya coba-coba, tanpa dilengkapi dengan strategi manajemen dan apalagi perencanaan pasar, sehingga orang yang mati-matian mengembangan sayap bisnis, merasa paling syah menentukan apa saja yang bisa dilakukan oleh unit usaha ini,” kata Mukhotib MD, Direktur Pelaksana Daerah PKBI DIY.
Hairussalim, Redaktur Pelaksana Majalah GONG Yogyakarta, juga sepakat, soal organisasi memang harus mendapatkan perhatian sejak awal. Kehancuran usaha-usaha ini, justru berakar dari ketidakpastian manajemen organisasi. “Presentasi di awal tadi ibaratnya seperti mimpi,” ujarnya.
Perbincangan mengenai bentuk organisasi memang menjadi menarik, karena berkait erat dengan bagaimana mengembangkan media center PKBI DIY kemudian. Hairussalim menawarkan bentuk organisasi yang terpisah dengan PKBI DIY, tetapi posisinya tetap di bawah PKBI DIY. Dalam bahasa Imam Prakoso, Direktur Community-Based Information Resources Institution (CRI) Yogyakarta, bisa berbentuk Production House (PH). Dengan model seperti ini, menurut Imam Prakoso, bisa dikembangkan berbagai model dalam pengelolaannya. “Bisa dalam bentuk kerja sama untuk dalam proses produksinya,” katanya.
Sementara itu, Nasrun, dari Family Health International (FHI), dalam pemaparannya, mengungkapkan, jika PKBI DIY mau masuk ke dalam bisnis internet, menurutnya masih sangat terbuka luas. peluang-peluang itu sangat banyak, hanya tinggal bagaimana melakukan kreativitas, karena pasar cukup banyak. “Saat ini, di Indonesia baru 27 juta orang yang mengakses internet. Ini hanya sekian persen dari penduduk Indonesia,” katanya yakin.
Melalui web yang baik, tidak saja bisa menawarkan produk dan jasa yang disediakan PKBI DIY, tetapi juga bisa menarik iklan dari pihak ketiga. Peluang iklan cukup banyak dimungkinkan untuk dikembangkan. Tampaknya bisnis melalui internet menjadi menarik. Apalagi jika dibandingkan dengan radio, sebagaimana ditengarai oleh Imam Prakoso, sangat kecil sekali sumber dayanya. “Kue iklan untuk radio sangat kecil. Yang bisa besar saat ini adalah radio bersifat jaringan, sehingga yang mencari iklan itu kantor yang di Jakarta,” lanjuta Imam Prakoso.