Masih banyak masyarakat belum menyadari pentingnya partisipasi mereka dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Hal ini mengemuka pada Pelatihan Advokasi Anggaran yang diikuti oleh kader-kader desa dari Pendowoharjo, Triharjo dan Caturharjo pada Jumat (05/04/2013). Kegiatan yang bertempat di Balai Desa, Triharjo, Sleman ini merupakan kerjasama PKBI Sleman dan IDEA, lembaga yang fokus pada pendidikan populer dan advokasi kebijakan anggaran.
Musrenbang sendiri merupakan agenda tahunan dimana setiap warga berhak menyuarakan aspirasinya dan berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di wilayahnya. Namun selama ini forum Musrenbang hanya diikuti warga yang mendapat undangan saja. Sedangkan yang tidak mendapat undangan seringkali masih merasa malu atau merasa tidak etis untuk ikut serta karena tidak diundang. Seperti yang dikatakan Santi, kader desa Triharjo,
“Lha yang diundang saja kadang tidak datang. Dan ketika ditanya kenapa kok tidak ikut, dijawab lha forumnya cuma gitu-gitu saja.”
Ayu Dwi Putri, Direkscab PKBI Sleman, mengatakan pelatihan tersebut dirancang agar kader dapat mengetahui proses penganggaran dan dapat melakukan advokasi anggaran di Musrenbang. Tindak lanjut dari pelatihan ini adalah untuk melakukan audiensi ke DPRD Sleman atau SKPD untuk melakukan advokasi anggaran yang berpihak dan berdampak langsung kepada masyarakat dengan mengurangi belanja tidak langsung dan menambah biaya langsung di SKPD.
Diah, kader dari Pendowoharjo, merasa pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kader desa karena selama ini pengetahuan mereka terkait anggaran di pemerintah masih sangat minim, apalagi soal proses penganggaran dan kemana larinya pajak dan retribusi yang dibayarkan masyarakat.
“(Sekarang) saya jadi tahu banyak soal anggaran termasuk pajak dan retribusi. Saya juga jadi tahu kalau bayar listrik yang tadinya saya pikir uangnya masuk ke Negara karena PLN itu BUMN, ternyata uangnya masuk ke Kabupaten. Saya rasa kita juga jadi tahu banyak bahwa APBD itu juga banyak berasal dari masyarakat, seperti retribusi kesehatan dan tempat wisata yang harusnya uang tersebut kembali lagi kepada masyarakat,” kata Diah.
Pelatihan selama dua hari ini diawali dengan mengajak peserta untuk melakukan pemetaan masalah yang ada di tiga desa. Beberapa masalah yang muncul terkait kesehatan reproduksi dan remaja, antara lain gizi buruk, kematian ibu, pernikahan di bawah umur, kehamilan tidak diinginkan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan NAPZA.
“Alur pelatihan memang diawali dengan pemetaan masalah untuk mengetahui situasi riil di desa, kemudian kita berikan materi hak dan kewajiban negara. Baru setelah peserta paham hak dan kewajiban negara, kita masuk di proses perencanaan penganggaran dan di hari kedua kita bedah dan kritisi APBD Sleman bersama-sama,” kata Suci, fasilitator pelatihan.
Suci juga menjelaskan mekanisme penganggaran yang panjang dan advokasi anggaran yang harus dikawal dari tingkat dusun sampai tingkat kabupaten. Masyarakat diharapkan bisa lebih kritis dan berpatisipasi dalam setiap proses penganggaran yang ada di wilayahnya.
“Warga biasa harus berani untuk ikut dan meminta perangkat desa untuk mengundang di Musrenbang. Itu hak kita semua,” tegas Suci. (Diaz)