Delapan Maret adalah hari sakral bagi perempuan di seluruh dunia. Perempuan dan aktivis perempuan menyatukan suara dan mematangkan perjuangan mereka terhadap hegemoni patriarkal yang seringkali merugikan perempuan. Demikian pada 2013 ini, PKBI DIY yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) bersama GEPARI (Gerakan Perempuan Indonesia), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Aliansi Perempuan Difabel Yogyakarta, berkampanye di sepanjang Malioboro dan Pasar Beringharjo dalam rangka peringatan Hari Perempuan Sedunia. Berbagai isu, seperti tuntutan penyelesaian kasus perkosaan, perselingkuhan, dan kekerasan terhadap perempuan difabel serta pernyataan yang mendiskriminasikan perempuan, dan lain-lain diangkat dalam serangkaian atribut untuk mengingatkan kembali kondisi perempuan di masyarakat.
Kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya kaum difabel di Indonesia, menunjukkan pertambahan angka. Komnas Perempuan 2011 mencatat 2.521 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah komunitas dilaporkan sepanjang 2012. Hal ini belum ditambah dengan kekerasan seksual yang tidak kasat mata, seperti kekerasan secara verbal, kekerasan seksual di ranah personal dan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk lainnya Juju, perwakilan dari Aliansi Perempuan Difabel Yogyakarta, dalam orasinya menegaskan kekerasan terhadap perempuan difabel selalu terjadi di setiap tempat, entah itu berupa kekerasan seksual, fisik maupun verbal. Ia berharap Negara segera bertindak dengan memfasilitasi keamanan dan kenyamanan bagi perempuan difabel, khususnya di tempat kerja.
“Perempuan difabel juga memiliki hak bereksistensi dan hak mendapatkan perlindungan sebagai warga Negara”, kata Juju.
Okta, mahasiswa sebuah PTN, mengatakan dirinya terharu melihat aksi seperti ini. Ia seperti disadarkan bahwa masih banyak kasus perempuan yang belum diselesaikan oleh pemerintah.
“Butuh suara lebih banyak lagi untuk mendesak mereka (pemerintah) untuk tidak melupakan kita (perempuan),” kata Okta.