Siapa sich Remaja itu?

Banyak orang yang bilang usia remaja itu adalah usia yang paling menghebohkan dibanding usia-usia lainnya. Ada yang bilang masa remaja sebagai masa pemberontakan, masa pancaroba, dan seterusnya. Banyak orang tua mulai khawatir saat anak-anaknya memasuki usia remaja, seolah citra yang melekat pada remaja ini adalah keras kepala, tidak mau diatur, dan susah diajak bicara. Tapi ada juga lho yang bilang kalau justru masa remaja inilah masa-masa produktif. Memang masa remaja ini adalah masa yang paling penting. Secara fisik dan psikis remaja berada dalam masa perkembangan paling cepat dibanding lainnya.

Lalu siapa sich remaja itu?

Istilah remaja bisa dilihat dari empat sisi: fisik, mental, sosial budaya, dan ekonomi. Secara fisik, remaja telah mengalami pubertas dimana seluruh organ reproduksinya sudah matang. Secara mental, remaja sering dianggap belum memiliki mental yang stabil. Hal ini dicirikan dengan praktek pencarian identitas dan hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Secara sosial, mereka tidak mau lagi sangat bergantung kepada keluarga. Akan tetapi secara ekonomi, kebanyakan remaja masih bergantung kepada orang tua. (WHO, dalam Sarwono 2000)

Sampai sekarang, memang tidak ada batasan yang jelas tentang masa remaja. Beberapa Psikologi membagi masa remaja ini menjadi 3 periode: Remaja awal (early adolescent), Remaja pertengahan (Middle adolescent), dan Remaja akhir (Late adolescent) dengan rentang usia  13-19 tahun. Ada juga batasan yang dibuat oleh lembaga Internasional. WHO misalnya mendefinisikan remaja adalah mereka dengan rentang usia 18-24 tahun. IPPF & PKBI mendefinisikan remaja dengan rentang usia 10-24 tahun. Batasan ini mengacu pada rentang usia dimana perubahan-perubahan fisik dan psikis manusia mulai mucul. Jadi, kira-kira berusia 10 sampai 24 tahun adalah remaja. Mengenai remaja juga terdapat versi lain, pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan  terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Dan PBB (UNFPA) : 45, 2005, memiliki versi yang berbeda yaitu

1.      Adolescent     : 10 – 19 tahun,

2.      Youth            : 15 – 24 tahun, dan

3.      Young
people : 10 – 24 tahun

Masa remaja merupakan masa yang  penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh  Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke  “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.  Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya

Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain,  remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja  mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. 

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan atau sesama jenis.  Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian
besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.  Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik
dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah “Siapakah Saya?” Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda.  Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan.

Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya
“akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

Asyik ya, kalau kita bisa memanfaatkan semua yang kita miliki ini sesuai dengan apa yang kita rencanakan dan inginkan. Tapi, hidup tidak semulus yang kita harapkan. Pada masa ini kita justru dihadapkan pada begitu banyak cobaan dan godaan. Ada begbagai macam godaan yang datang dari berbagai sumber. Misalnya masalah-masalah dari teman
sebaya, sahabat, lawan, lingkungan, media elektronik, trend, mode, dan sebagainya. Belum lagi masalah dengan orang tua, teman, pacar, drugs, KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan), HIV & AIDS, dan sebagainya. Ruwet banget kan? Sebisa mungkin menghindarkan diri dari perilaku negatif. Baik dan buruknya masa depan tergantung pada diri kita sendiri. Kita semua (remaja) punya kekuatan fisik, psikis dan kesempatan yang berbeda adalah minat dan kemampuan. Seringkali kita nggak nyadar kalau kita punya banyak kesempatan untuk mengasah kemampuan kita secara optimal. Sering kita minder, nggak PD, takut salah, serba ragu, tergantung dengan teman, pacar, dll.adalah faktor penghambat remaja untuk berkembang.

Cita-cita, minat, dan keinginan adalah rambu-rambu kita, suatu pedoman yang bisa menuntun kita mencari jalan yang tepat.

Alya (SKANSA) dan Dyan (SMALSA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *