Perempuan masih dianggap sosok lemah. Kaum perempuan ditempatkan sebagai kelas dua dalam struktur sosial patriarki. Perempuan mengalami perlakuan diskriminasi dan rentan terhadap kekerasan. Memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Internasional, PKBI DIY, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Rifka Annisa mengadakan aksi damai di perempatan Tugu, perempatan toko buku Gramedia, dan perempatan kantor pos besar Malioboro, Selasa (25/11).

Saat ini banyak lembaga peduli untuk perlindungan perempuan dan anak, tetapi dalam keseharian perempuan masih menjadi korban kekerasan. Kekerasan yang dialami, tidak hanya fisik, pemukulan dan penganiayaan, tetapi juga kekerasan psikis, cemoohan, makian, dan pelecehan seksual secara verbal. Pengalaman perempuan ini, tidak saja terjadi di negara-negara yang dianggap maju dan liberal. Piper, aktivis dari Amerika Serikat, menyatakan kekerasan bukan hanya di negara ketiga, di Amerika, sebagai negara yang demokrat dan liberal, perempuan masih sering mengalami perlakuan diskriminatif. “Memang diperlukan perjuangkan keras dan tak kenal lelah agar perempuan dapat terbebas dari segala bentuk kekerasan dan keterkungkungan,” kata Piper.

Sebagian besar pelaku kekerasan, orang dekat perempuan, keluarga, saudara, teman, dan rekan kerja. Padahal perempuan yang mengalami kekerasan seksual sangat rentan terpapar HIV-AIDS. Ketika posisi tawar perempuan masih rendah dalam pemakaian kondom saat berhubungan seksual, berpotensi besar terinfeksi virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh ini. “Apalagi ketika masih tergantung secara ekonomi dan sosial terhadap laki-laki,” ujar Feri, koordinator divisi gay, program pengorganisasian komunitas PKBI DIY.

Desi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *