Saat ini, Senegal merupakan salah satu
negara dengan prevalensi terendah (0.7%) dibandingkan dengan
negara-negara lain di sub-Sahara Afrika. Senegal kemudian
dipertimbangkan menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam melawan
transmisi HIV/AIDS. Apakah situasi ini dipengaruhi dengan
diberlakukannya Undang-undang Prostitusi Senegal tahun 1969? Belum
ada jawaban yang bisa diberikan, diperlukan riset untuk membuktikan
dampak undang-undang ini berkaitan dengan rendahnya prevalensi.

UU Tahun 1969—berarti sekitar 15
tahun sebelum kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali 1986—sudah
mengatur adanya sistem pendaftaran bagi para pekerja seks. Memang
tidak sampai pada tingkat legalisasi, tetapi pengakuan keberadaan
mereka melalui pendaftaran menunjukkan adanya toleransi. Pendaftaran
diperlukan untuk bisa mendapatkan cek kesehatan secara rutin dan
tindakan yang diperlukan jika terkena infeksi menular seksual. Konsep
ini mengandaikan adanya kontak yang terus menerus antara pekerja seks
dengan sistem kesehatan yang ada. Untuk bisa mendaftarkan diri,
seorang pekerja seks harus sudah berusia 21 tahun.

Persoalan inilah yang digugat
Association for Women at Risk from AIDS (AWA). Lembaga yang
didirikan tahun 1994, menjangkau pekerja seks hampir seluruh negara,
dengan 20 pusat layanan. Organisasi ini menilai UU yang ada sudah
kadaluarsa karena tidak sesuai lagi dengan situasi yang sebenarnya.
Sistem pendaftaran yang mensyaratkan usia 21 tahun, sama sekali tidak
sesuai dengan realitas yang ada. Miriam Soumare, sebagaimana dikutip
Sunugal, media resmi ICASA 2008, mengatakan saat ini perempuan yang
menjadi pekerja seks ada yang berusia 15 tahun bahkan di bawahnya.
“Jika tidak dilakukan perubahan, pekerja seks tetap menjadi profesi
terselebung,” katanya.

Fenomena terakhir di Senegal, para
pekerja seks sudah tidak lagi perlu meninggalkan rumah untuk menjual
seks. Mereka sudah memanfaatkan teknologi untuk pekerjaannya, melalui
telepon dan internet. Semuanya bisa dilakukan dari rumah, tanpa harus
ke mana pun mereka pergi.

Pada akhirnya, tidak juga bisa
diketahui jumlah yang sebenarnya pekerja seks di Senegal. Jika
dilakukan estimasi, tetap lebih banyak yang tidak terdaftar ketimbang
pekerja seks yang terdaftar. Selain karena batasan usia, pekerja seks
enggan mendaftarkan diri, karena acapkali mengalami serangan atau
pelecehan oleh petugas hukum.

Kini AWA sedang menyiapkan draft baru
untuk melakukan perubahan UU Prostitusi Senegal 1969, sehhingga bisa
menjadi lebih sesuai dengan konteks, terutama berakitan dengan
batasan usia dan akan mendevinisikan kerangka berpikir baru berkaitan
dengan profesi mereka.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *