Informasi mengenai hak asasi manusia yang dimiliki remaja jalanan, baik sebagai remaja maupun sebagai warga negara belum sepenuhnya dapat diakses remaja. Situasi ini menyebabkan remaja tidak memungkinkan melakukan pembelaan diri manakala mereka mengalami pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara. Hal ini berkembang dalam Workshop Remaja Jalanan, menghadirkan Bagus Wicaksono dari SAMIN
(Sekretariat Anak Merdeka Indonesia), yang dilaksanakan PKBI DIY, 13 Agustus 2008.
Remaja jalanan, sebagai warga negara, harus mendapatkan perlindungan negara dari berbagai pelanggaran dan tindak kekerasan dan psikis. “Tidak kalah pentingnya, tindak lanjut setelah terjadi kekerasan,” kata Bagus Wicaksono.
Workshop
diikuti 25 remaja jalanan ini, juga mendatangkan Sukiratnasari, SH dari LBH Yogyakarta. Menurut Kiki–panggilan akrab Sukiratnasari, ketika pelanggaran dialami remaja jalanan, yang dilakukan pertama kali mengetahui bentuk atau kategori tindakan,
apakah pemukulan, perusakan, perampasan dan lainnya. Mengetahui bentuk penderitaan, apakah pelipis terluka, tangan
terkilir dan lainnya. Kedua, mengetahui dengan pasti kapan kejadian
berlangsung, semakin detail semakin baik. Ketiga, mencatat nama pelaku dan
ciri fisik. Keempat, mengemukakan identitas diri sebagai korban
dengan jelas. “Yang terakhir, mengetahui penyebab tindakan itu terjadi serta bagaimana
prosesnya dan alat bukti,” kata Kiki.
Data ini sangat penting dan harus lengkap karena akan menjadi “amunisi” melawan terjadinya pelanggaran. Keseriusan dan konsistensi remaja jalanan
dalam proses sampai ke kepolisian dan Komnas HAM. “Proses ini
memakan waktu yang tidak sebentar,” ujarnya.
(surya)