“Hak kesehatan reproduksi adalah bagian dari hak asasi manusia yang berkaitan dengan fungsi dan proses reproduksi untuk mencapai derajat kesehatan reproduksi tertinggi yang harus dilindungi. ”
Wajah-wajah para remaja yang serius mengikuti arahan fasilitator saat menerangkan prosedur pembuatan akun di media-media sosial di internet terlihat didalam salah satu sesi pelatihan siang itu. Pada hari Senin (13/10) selama tiga hari berturut-turut PKBI DIY mengadakan pelatihan E&M (Electronic & Mobile Training) bagi para remaja difabel. Pelatihan E&M ini bertempat di hotel @Hom Platinum, Gowongan Yogyakarta dan dihadiri oleh sekitar 20 orang remaja difabel dari beberapa sekolah SLB di Jogjakarta serta LSM yang bergerak di isu difabel seperti SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak) dan CIQAL.
Pelatihan E&M dibagi menjadi beberapa sesi yakni pemetaan permasalahan yang dialami remaja difabel, pembuatan dan penggunaan berbagai sosial media seperti facebook, twitter, youtube dan gmail serta sharing bersama narasumber Budhi Hermanto mengenai strategi penyampaian informasi melalui sosial media. Pelatihan ini dilakukan dengan tujuan memetakan kebutuhan serta menyusun strategi komunikasi yang tepat untuk mempermudahakses informasi kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja difabel.
Fidarini Devi, Koordinator Divisi Radio PKBI DIY selaku fasilitator pada pelatihan tersebut memaparkan, bahwa dampak positif dari mengakses informasi elektronik adalah akses yang mudah, informasi cenderung lengkap dan bisa dilacak kebenarannya, bisa diakses dimana saja dan kapan saja, biaya juga lebih murah. Informasi kespro yang komprehensif di media elektronik dapat menggantikan sumber-sumber informasi dari teman sebaya yang selama ini banyak dilakukan di kalangan remaja.
Minimnya informasi seputar kespro dan seksualitas di kalangan remaja difabel dipandang sebagai kebutuhan mendesak, mengingat kesehatan reproduksi merupakan hak bagi setiap orang, tak terkecuali orang dengan kebutuhan khusus atau difabel. Budaya menabukan pembicaraan seputar kespro dan seksualitas menggiring remaja pada sumber-sumber informasi yang tidak tepat.
“Dulu aku pernah sekolah di SLB tapi tidak pernah diajari soal kespro dan juga tidak ada di bimbingan konseling. Waktu pindah ke sekolah umum barulah ketemu bimbingan konseling tapi masih minim. Informasinya justru banyak didapat dari teman sekolah.” Ungkap Fani, salah satu peserta training.
Sayangnya, sampai saat ini fasilitas kesehatan reproduksi dan seksual yang dapat diakses baik pada tataran informasi maupun layanannya, terutama oleh remaja difabel belum menjadi bahasan utama. Informasi kespro dasar seperti pubertas, menstruasi dan pacaran sehat masih minim digaungkan di kalangan remaja difabel. Selain itu, tingginya angka kekerasan seksual di kalangan perempuan difabel menjadi salah satu masalah terkait kespro yang masih membutuhkan perhatian dari banyak pihak.
Para peserta termasuk guru pendamping berharap ada upaya dari berbagai pihak termasuk PKBI untuk menciptakan sistem informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif dan mudah diakses bagi para remaja difabel. Melalui pelatihan ini pula para remaja difabel diharap dapat menambah kapasitas dalam penggunaan media elektronik dan internet, agar dapat lebih mudah dalam mengakses layanan informasi yang tersedia di media tersebut.