Prof. Dr.Meutia Hatta Swasono, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, dalam Seminar Remaja dan HIV/AIDS di Universitas Brawijaya, Malang, mengatakan dana penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, samapai saat ini, 70 persen sumber utamanya berasal dari bantuan luar negeri. Menurutnya, sebagaimana dikutip Republika, diperlukan komitmen politis dan aktualisasi untuk mengurangi ketergantungan pendanaan dari bantuan luar negeri. Komposisi anggaran yang demikian timpang, menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah RI terhadap upaya penanggulangan HIV dan AIDS, yang secara kuantitatif, angkanya terus menanjak setiap tahunnya.
Dalam level lokal, Yogyakarta perlu melakukan kalkulasi ulang secara sistematis terhadap komitmen pemerintah daerah dalam menanggulangi peningkatan prevalensi HIV dan AIDS ini. Kalkulasi ini, tidak hanya mencakup persoalan berapa besar uang yang dibelanjakan untuk penanggulangan HIV dan AIDS, tetapi juga melihat ulang soal komitmen politis dan kinerja lembaga KPA yang memegang mandat dan menjadi garda utama penanggulangan HIV dan AIDS.
Berkaitan dengan jumlah anggaran, KPAD Provinsi DIY, sesungguhnya memiliki peluang untuk mengajukan usulan dana penanggulangan HIV dan AIDS secara mandiri langsung kepada DPRD, sebagaimana diisyaratkan dalam SK Gubernur Provinsi DIY tahun 2007, tentang KPAD Provinsi DIY. SK ini dengan gamblang menjelaskan, sumber pendanaan tidak lagi menempel pada Dinas Kesehatan, seperti sebelumnya, melainkan sudah bisa mengajukan dana sendiri setingkat SKPD. Tentu saja, ini merupakan peluang luar biasa, dan menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung penanggulangan HIV dan AID di Provinsi ini. Bahkan dalam SK Gubernur, juga sudah cukup maju dengan mengangkat Sekretaris Wilayah, sebagai pelaksana KPAD Provinsi, tidak lagi sekedar program officer.
Soalnya, kemudian, sejauh mana orang-orang yang ditunjuk dengan status fulltimer ini, memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan strategi penanggulangan HIV dan AIDS, sehingga tidak saja mampu menggali dana dari APBD, membangun dukungan politis, dan membangun jaringan dengan berbagai elemen masyarakat peduli HIV dan AIDS di Yogyakarta. Setelah berjalan hampir 6 bulan lebih sejak diangkatnya Sekretaris Wilayah KPAD Provinsi DIY, tampaknya penting untuk ditinjau kembali berbagai kebijakan strategisnya dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Yogyakarta.
Setidaknya, peninjauan strategi ini secara sederhana meliputi tiga aras, bagaimana kinerja memperjuangkan anggaran di DPRD, bagaimana membangun komitmen politis dari kalangan eksekutif dan legislatif–termasuk di dalamnya bagaimana komitmen merespons berbagai kebijakan di DIY yang diduga akan merugikan gerakan penanggulangan HIV dan AIDS, dan bagaimana membangun jaringan kerja dengan berbagai elemen masyarakat yang peduli HIV dan AIDS.
Proses pengkuran capaian yang semacam ini penting untuk dilakukan, sehingga gerakan penanggulangan HIV dan AIDS di Yogyakarta untuk tahun 2009 bisa diharapkan lebih maju ketimbang apa yang bisa dicapai pada tahun 2008 lalu. Kita sungguh berharap banyak terhadap kemampuan KPAD Provinsi DIY, bahkan dalam leved tertentu kita meletakkan kepercayaan penuh terhadap upaya-upaya yang dilakukan. Meskipun, kita secara sungguh-sungguh pula belum merasakan aura semangat dan ghiroh yang lebih berarti dari kinerja KPAD Provinsi DIY.