Pernikahan dini di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat. Dari data Pengadilan Agama (PA) Gunungkidul, selama kurun 2009 – 2012 ada 497 kasus permintaan dispensasi menikah. Pada tahun 2009, permintaan dispensasi menikah sebanyak 60 kasus, 2010 sebanyak 120 kasus, 2011 sebanyak 145 kasus dan 2012 sebanyak 172 kasus.
Dari jumlah tersebut, 90% pemohon dispensasi nikah dikarenakan remaja perempuan menjadi korban Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Pasalnya, tidak diberikan pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro) dan seksual yang komprehensif pada remaja. Kalo toh ada, sangat terbatas. Materi kespro diberikan hanya pada mata pelajaran Biologi dan di kegiatan ekstrakurikuler.
Korban KTD yang dipaksa menikah dengan pelaku berpotensi mengalami kekerasan berlapis, fisik, psikis dan ekonomi. Perceraian menjadi salah satu bentuk kekerasan fisik dan psikis yang dialami perempuan. Data ini didapat dari PA Gunung Kidul bahwa banyak kasus perceraian pada pasangan yang menikah usia dini. Dalam kurun waktu Januari – Juni 2013 tercatat 755 kasus perceraian terjadi di Gunungkidul.
Terjadinya perceraian paling sering dipicu perselingkuhan dan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pasangan menikah dini kurang siap secara mental dan emosional.
Setidaknya, ada 5 bentuk kekerasan yang dialami remaja korban KTD. Pertama, menjadi korban KTD yang didiskriminasi, baik oleh keluarga, masyarakat dan sekolah bahkan beberapa remaja korban KTD dikeluarkan dari sekolah.
Kedua, kebanyakan korban KTD tidak mendapatkan perlindungan saat memutuskan meneruskan kehamilannya (shelter) dan tidak mendapatkan layanan safe abortion sat memutuskan untuk menghentikan kehamilannya. Ketiga, korban KTD yang dipaksa menikah dengan pelaku hanya “dikorbankan” sehingga pelaku “lolos” dari hukuman.
Keempat, Remaja Korban KTD seringkali ditinggalkan oleh pasangannya (pelaku) setelah melangsungkan pernikahan. Kelima, Remaja korban KTD dipaksa menikah(dengan pelaku) hanya untuk kepentingan anak memiliki akta kelahiran dengan orang tua laki-laki dan perempuan tanpa mengindahkan kepentingan perempuan itu sendiri.