Berbagai
momentum bagi gerakan perempuan pada tahun terakhir ini agaknya akan terus
mendukung terjadinya perkembangan peran politik perempuan di Indonesia. Sejak
disyahkannya, Paket UU Politik Tahun 2004, misalnya, ruang-ruang bagi perempuan
untuk bisa terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan publik terus makin
terbuka lebar. Selain, disetujuinya angka affirmative
sebesar 30% bagi perempuan di parlemen, secara serius kita bisa melihat, setiap
partai politik memiliki organ atau dvisi perempuan. Organ ini mulai tampak
sungguh-sungguh melakukan pemberdayaan politik perempuan. Para
perempuan aktivis partai saat ini, sungguh-sungguh serius memikirkan bagaimana
kaum perempuan melek politik. Meskipun upaya ini memang tidak mudah, karena
masih adanya gap platform cita-cita politik perempuan yang berakar pada
berbagai kelompok-kelompok sosial.Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI)
menunjukkan adanya gerakan bersama antar berbagai perempuan yang aktif di
partai politik apapun, untuk membangun gerakan bersama dalam upaya pemberdayaan
kaum perempuan.
Kategori: Essay
Fundamentalisme
Dalam
diskusi terbatas para aktivis perempuan, menguat tudingan keras terhadap
gerakan fundamentalisme yang menyebabkan terkikis habisnya hak-hak perempuan. Bahkan
nalar fundamental ini telah ditengarai sudah merasuki keseluruh ruang-ruang
sosial, seperti ekonomi, kesehatan, politik dan pendidikan. Mereka menganggap
gerakan fundamentalisme berjalan begitu sistematis, sehingga mampu menguasai
seluruh ruang sosial itu.
Irsyad Manji
Dalam tradisi intelektual, setiap kali muncul
nama baru—yang mungkin di komunitas yang berbeda ia biasa-biasa saja—selalu pertanyaan
standard yang terlontarkan, siapa dia? Lebih ruwet lagi dalam tradisi
intektual, akan disusul dengan pertanyaan buku apa yang sudah diterbitkan? Apa
gagasan utama yang ditawarkan? Kelebihannya di mana dibandingkan dengan
gagasan-gagasan yang sudah ada selama ini? Dan mungkin sederet pertanyaan lain,
mulai dari yang berniat mendapatkan informasi sampai pada niatan untuk
mengamini gagasan, menentang gagasan atau sekedar dengar lalu pergi.
Serba Sedikit tentang Advokasi
Selama
satu dekade terakhir ini, advokasi telah menjadi kamus perjuangan baru bagi
kalangan organisasi civil society atau kalangan pendamping lapangan. Hampir
semua organisasi non pemerintah selalu menjadikan advokasi sebagai salah satu
agenda yang ingin mereka lakukan. Bahkan ada sejumlah organisasi yang
menjadikan advokasi sebagai kegiatan utamanya dan memiliki keyakinan advokasi
sebagai satu cara yang akan membawa perubahan sosial, setelah mengalami kekecewaan
dengan sedikitnya perubahan sosial yang bisa dicapai dengan pendekatan
pengembangan masyarakat. Persoalannya, lantas, banyak sekali kegiatan yang
dinamakan “advokasi’, sehingga pengertian advokasi itu sendiri menjadi kabur
dan tak jelas lagi juntrungnya.
Hak Kesehatan Reproduksi Diffable Terabaikan
Kesehatan reproduksi dan seksual menjadi hak bagi setiap orang,
termasuk diffable. Sayangnya, selama ini fasilitas kesehatan reproduksi
dan seksual yang dapat diakses—baik pada aras informasi maupun layanannya,
terutama oleh remaja diffable tidak mendapatkan perhatian yang serius.
Padahal kebutuhan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual diffable
secara internasional telah diangkat dalam ICPD 1994 di Cairo. Salah satu mandat
Negara-negara peserta adalah Pemerintah di semua level dihimbau untuk
memperhatikan kebutuhan orang-orang dengan ketidakmampuan (diffable)
dari segi etika dan hak asasi manusia dan harus memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, termasuk
keluarga berencana, dan kesehatan seksual, HIV/AIDS, informasi, pendidikan, dan
komunikasi. Pada tahun 1997 pemerintah Indonesia, melalui Departemen Sosial
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang diffable. Meskipun
di satu sisi telah mengakomodasi banyak kebutuhan diffable seperti
hak-hak asasi manusia, namun belum mengatur masalah-masalah yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas.
Paradoks Revolusi Kebudayaan Muhammad SAW
Mandat Muhammad SAW, selain untuk meluruskan cara pandang mengenai
ketuhanan dan ritual-ritual peribadatan, sesungguhnya bisa dimaknai membawa
misi perubahan kebudayaan. Apa yang diperankannya, tidak semata-mata melakukan
akulturasi kebudayaan, penyesuaian dengan tradisi-tradisi yang sudah
terpraktikan di masa hidupnya. Melainkan juga melakukan gerakan kebudayaan, dengan
melakukan perlawanan terhadap ideologi dominan yang sudah terpraktikkan dan menggantinya
dengan ideologi baru.